Akhirnya
Hizbut Tahrir itu menjadi organisasi terlarang (OT) di negara asal
berdirinya. Karena ia menganggap nasionalisme itu sebagai jahiliah
modern. Namun meski menjadi organisasi terlarang Hizbut Tahrir tetap
bekerja dan menyusup ke tentara, ke berbagai organisasi profesi dan
masuk juga ke parlemen. Hizbut Tahrir masuk ke partai politik dengan
menyembunyikan identitasnya. Dari situlah kemudian terjadi upaya-upaya
untuk melakukan kudeta terhadap pemerintah yang sah
Beberapa
kiai NU belakangan ini mengaku didatangi aktivis Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI). Para aktivis HTI itu selain membagikan brosur juga
mengajak kiai masuk kelompok mereka. Diantara kiai itu adalah KH Ahmad
Muhammad Alhammad, pengasuh pesantren Qomaruddin Bungah Gresik. “Saya
katakan kepada mereka, saya ini NU, tak mungkin ikut paham sampean,”
kata Yai Mad – panggilan kiai berparas teduh itu kepada sejumlah tamunya
suatu ketika. “Brosur-brosurnya ada tapi tidak saya baca,” tuturnya
lagi.
Pengurus NU di berbagai daerah, termasuk PWNU Jawa
Timur, juga mengaku sering mendapat pengaduan dari warga NU soal aktivis
HTI yang berusaha mempengaruhi warga nahdliyin. Bahkan dalam Munas dan
Mubes NU di Asrama Haji Sukolilo Surabaya tempo hari para aktvis HTI
masuk ke kamar-kamar peserta membagikan selebaran. Jargon mereka –
seperti biasa – khilafah sebagai solusi. Belum lagi beberapa masjid NU
yang jadi sasaran mereka.
Karuan saja banyak kiai penasaran. Gerakan apa sebenarnya HTI?
Bagaimana asal-usulnya? Berikut wawancara HARIAN BANGSA dengan KH Imam
Ghozali Said, MA, cendekiawan muslim yang banyak mengamati gerakan Islam
radikal. Pengasuh pesantren mahasiswa An-Nur Wonocolo ini memang sangat
paham soal berbagai gerakan Islam, terutama yang berasal dari Timur
Tengah. Ia selain banyak menulis dan mengoleksi literatur Islam aliran
keras juga bertahun-tahun studi di Timur Tengah. Ia mendapat gelar S-1-
di Universitas Al-Azhar Mesir, sedang S-2 di Hartoum International
Institute Sudan. Kemudian ia melanjutkan ke S-3 di Kairo University
Mesir. Kini intelektual muslim ini aktif sebagai Rois Syuriah PCNU
Surabaya dan dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Bisa Anda jelaskan bagaimana sejarah gerakan Islam aliran keras yang belakangan menjadi perhatian para kiai NU?
Sebenarnya
kelompok besarnya itu Ikhwanul Muslimin yang pusatnya di Ismailiah,
Mesir. Organisasi ini berdiri pada 1928, dua tahun setelah NU berdiri,
NU kan berdiri 1926. Pendiri Ikhwanul Muslimin Syaikh Hasan Al-Banna.
Menurut saya, pemikiran Syaikh Hasan Al-Banna ini moderat. Dia berusaha
mengakomodasi kelompok salafy yang wahabi, merangkul kelompok
tradisional yang mungkin perilaku keagamaannya sama dengan NU dan juga
merangkul kelompok pembaharu yang dipengaruhi oleh Muhammad Abduh.
Syaikh Al-Banna menyatakan bahwa Ikhwanul Muslimin itu harkah islamiyah,
sunniyah, salafiyah, jadi diakomodasi semua, sehingga ikhwanul muslimin
menjadi besar. Dalam Ikhwanul Muslimin ada lembaga bernama Tandhimul
Jihad. Yaitu institusi jihad dalam struktur Ikhwanul Muslimin yang
sangat rahasia. Kader yang berada dalam Tandhimul Jihad ini dilatih
militer betul, doktrinnya pakai kesetiaan seperti tarikat kepada
mursyid. Ini dibawah komando langsung Ikhwanul Muslimin. Para militer
atau milisi ini menarik kelompok-kelompok sekuler yang ingin belajar
tentang disiplin militer. Nasser (Gammal Nasser, red) dan Sadat (Anwar
Sadat, red) juga belajar pada Tandhimul Jihad ini.
Syekh Hasan al-Banna, Pendiri Ikhwanul Muslimin
Apa Nasser dan Sadat yang kemudian jadi presiden Mesir itu bagian dari Ikhwanul Muslimin?
Mereka bagian dari militernya, bukan dari ideologi Ikhwanul Muslimin.
Jadi mereka belajar aspek militernya. Ketika pada 1948 Israel
mempermaklumkan sebagai negara maka terjadi perang. Nah, Tandhimul Jihad
ini ikut perang, dan kelompok ini yang punya prakarsa-prakarsa. Waktu
itu Mesir kan masih dibawah kerajaan Raja Faruk dan sistemnya masih
perdana menteri, Nugrasi. Tapi akhirnya Arab kalah dan Israel berdiri.
Kemudian Tandhimul Jihad balik lagi ke Mesir. Nah, dalam kelompok ini
ada Taqiuddin Nabhani yang kemudian mendirikan Hizbut Tahrir. Jadi
Taqiuddin itu awalnya bagian dari Ikhwanul Muslimin. Namun antara Hasan
Al-Banna dan Taqiuddin ini kemudian terjadi perbedaan. Hasan Al-Banna
berprinsip kita terus melakukan perjuangan dan memperbaiki sumber daya
manusia. Sedang Taqiuddin bersikukuh agar terus melakukan perjuangan
bersenjata, militer. Taqiuddin berpendapat kekalahan Arab atau Islam
karena dijajah oleh sistem politik demokrasi dan nasionalisme. Sedang
Hasan Al-Banna berpendapat sebaliknya. Menurut dia, tidak masalah umat
Islam menerima sistem demokrasi dan nasionalisme, yang penting kehidupan
syariat Islam berjalan dalam suatu negara. Pada 1949 Hasan Al-Banna
meninggal karena ditembak agen pemerintah dan dianggap syahid. Sedang
Taqiuddin terus berkampanye di kelompoknya di Syria, Libanon dan
Yordania. Kemudian Tandhimul Jihad diambil alih Sayid Qutub, ideolognya
Ikhwanul Muslimin. Ia dikenal sebagai sastrawan dan penulis produktif,
termasuk tafsir yang banyak dibaca oleh kita di Indonesia. Nah, Sayid
Qutub ini mendatangi Taqiuddin agar secara ideologi tetap di Ikhwanul
Muslimin. Tapi Taqiuddin tidak mau karena ia beranggapan bahwa Ikhwanul
Muslimin sudah masuk lingkaran jahiliyah. Ya, itu menurut Taqiuddin
hanya gara-gara Ikhwanul Muslimin menerima nasionalisme.
Sayyid Qutub
Akhirnya
Taqiuddin mendirikan Hizbut Tahrir. Artinya, partai pembebasan.
Maksudnya, pembebasan kaum muslimin dari cengkeraman Barat dan dalam
jangka dekat membebaskan Palestina dari Israel. Itu pada mulanya. Ia
mengonsep ideologi khilafah Islamiyah.
Lantas?
Nah,
karena ia berideologi khilafah Islamiyah, sementara di negaranya
sendiri telah berdiri negara nasional, maka akhirnya berbeda dengan
masyarakatnya. Di Lebanon, sudah berdiri negara nasionalis yang multi
karena rakyatnya terdiri dari banyak agama, undang-undangnya sesuai
jumlah penduduknya, misalnya, presidennya, harus orang Kristen Maronit,
Perdana Menterinya harus orang Islam Sunni, ketua parlemennya harus
orang Islam Syiah. Di Syiria juga telah menjadi negara sosialis, begitu
juga Yordania telah berdiri sebagai negara sesuai kondisi masyarakatnya.
Akhirnya Hizbut Tahrir
itu menjadi organisasi terlarang (OT) di negara asal berdirinya. Karena
ia menganggap nasionalisme itu sebagai jahiliah modern. Namun meski
menjadi organisasi terlarang Hizbut Tahrir tetap bekerja dan menyusup ke
tentara, ke berbagai organisasi profesi dan masuk juga ke parlemen.
Hizbut Tahrir masuk ke partai politik dengan menyembunyikan
identitasnya. Dari situlah kemudian terjadi upaya-upaya untuk melakukan
kudeta terhadap pemerintah yang sah pada jaman Raja Husen.
Sehingga sebagian anggota Hizbut Tahrir diajukan ke pengadilan dan
dihukum mati. Sampai sekarang Hizbut Tahrir masih jadi organisasi
terlarang di Yordania.
Bagaimana sejarahnya sampai ke Indonesia?
Mereka
mengembangkan ke sini melalui mahasiswa yang belajar di Mesir. Pola
ikhwan dikembangkan, pola Salafy dan pola Hizbut Tahrir dikembangkan.
Tapi antara Ikhwan, Salafy dan Hizbut Tahrir secara ideologi bertemu,
ada kesamaan. Mereka sama-sama ingin menerapkan formalisasi syariat
Islam. Hanya bedanya, kalau Salafy cenderung ke peribadatan, atau dalam
bahasa lain mengislamkan orang Islam, karena dianggap belum Islam. Dan
target utamanya NU karena dianggap sarangnya bid’ah (ha...ha...ha...).
Bisa saja kelompok Salafy, Hizbut Tahrir dan Ikwanul Muslimin membantah,
tapi saya tahu karena saya telah berkumpul dengan mereka.
Kalau Ikhwanul Muslimin?
Sama.
Kelompok Ikhwanul Muslimin, menjadikan NU sebagai target. Mereka
bergerak lewat mahasiswanya yang dinamakan usrah (keluarga). Usrah ini
minimal 7 orang, dan maksimal 10 orang. Ini ada amirnya dan amir inilah
yang bertanggungjawab terhadap kelompok. Bagaimana mengatasi kebutuhan
kehidupan sehari-hari terpenuhi, misalnya kalau ada anggota yang
kesulitan bayar SPP. Jadi mereka tak hanya bergerak di bidang politik,
tapi juga bidang-bidang lain. Nah,
kelompok inilah yang kemudian menamakan diri sebagai Tarbiyah yang
bermarkas di kampus-kampus seperti Unesa dan sebagainya. Kelompok
Tarbiyah inilah yang menjadi cikal bakal PKS (Partai Keadilan
Sejahtera). Mereka umumnya alumni Mesir, Syiria atau Saudi.
Kelompok ini masih agak moderat karena masih mau menerima negara
nasional. Tapi substansi perjuangan formalisasi syariat sama dengan
Hizbut Tahrir atau Salafy.
Kalau dalam ideologi khilafah Islamiyah?
Hizbut Tahrir katemu dengan Salafy dan Ikhwanul Muslimin dalam soal
formalisasi syariat. Tapi dari segi sistem khilafahnya tidak ketemu.
Sebab khilafah Islamiyah itu dianggap utopia. Misalnya bagaimana
dengannya sistem Syuronya, apakah meniru sistem Turki Utsmani yang
diktator atau Umayah, itu masih problem. Tapi bagi Hizbut Tahrir yang
penting khilafah Islamiyah.
Apa saja program Hizbut Tahrir?
Mereka sampai kini punya konstitusi yang terdiri dari 187 pasal. Dalam
konstitusi ini ada program-program jangka pendek. Yaitu dalam jangka 13
tahun, menurut Taqiuddin, sejak berdiri 1953, Negara Arab itu sudah
harus jadi sistem Islam dan sudah ada khalifah. Taqiuddin juga menarget,
setelah 30 tahun dunia Islam sudah harus punya khalifah. Tapi kalau
kita hitung sejak tahun 1953 sampai sekarang kan tidak teralisir
(he...he...he...). Jadi utopia, tapi mereka masih semangat.
Bagaimana sejarah Hizbut Tahrir ke Indonesia?
Itu melalui orang Libanon. Namanya Abdurrahman Al-Baghdadi. Ia bermukim
di Jakarta pada tahun 80-an. Kemudian juga dibawa Mustofa bin Abdullah
bin Nuh. Inilah yang mendidik tokoh-tokoh HTI di Indonesia seperti
Ismail Yusanto, tokoh-tokoh Hizbut Tahrir sekarang. Tapi sebenarnya
diantara mereka ada friksi. Karena tokoh-tokoh HTI yang sekarang merasa
dilangkahi oleh Ismail Yusanto ini.
Bagaimana gerakan mereka di Indonesia?
Ini anehnya. Di Indonesia mereka terus terang menganggap Pancasila
jahiliah. Nasionalisme bagi mereka jahiliah. Tapi reformasi kan memberi
angin kepada kelompok-kelompok ini sehingga dibiarkan saja. Dan tidak
ada dialog. Akhirnya mereka memanfaatkan institusi (seolah-olah)
“mendukung” pemerintah untuk mempengaruhi MUI (Majelis Ulama Indonesia).
Tapi mereka taqiah (menyembunyikan agenda perjuangan aslinya), sebab
mereka menganggap Indonesia itu sebenarnya jahiliah. Taqiah itu ideologi
Syiah tapi dipakai oleh mereka.
Lalu bagaimana cara Hizbut Tahrir merealisasikan kepentingan politiknya?
Meski bernama partai, Hibut Tahrir, tak bisa ikut pemilu. Hizbut Tahrir
membentuk beberapa tahapan dalam menuju pembentukan khilafah Islamiah.
Pertama, taqwin asyakhsyiah islamiah, membentuk kepribadian Islam. Mereka
pakai sistem wilayah, karena gerakan mereka internasional. Jadi untuk
Indonesia wilayah Indonesia. Tapi sekarang pusatnya tak jelas, karena di
negaranya sendiri sangat rahasia. Mereka dikejar-kejar karena Hizbut
Tahrir ini organisasi terlarang. Tapi mereka sudah ada di London, Austria, di Jerman dan sebagainya.
Siapa tokoh internasionalnya itu?
Nah itu rahasia. Tapi di sini mereka terbuka karena Indonesia memberi
peluang. Ada Ismail Yusanto dan sebagainya, jadi bisa muncul di media
massa. Nah, dari taqwin syahsyiah islamiah ini bagaimana bisa mengubah
ideologi nasionalis menjadi internasionalis Islam. Mereka agresif, jadi
terus menyerang. Karena itu orang-orang NU didatangi, termasuk
kiai-kiainya didatangi oleh mereka. Kedua, attau’iyah, penyadaran.
Ketiga, at-ta’amul ma’al ummah, interaksi dengan masyarakat secara
keseluruhan. Mereka membantu kepentingan-kepentingan. Saya dengar di
Surabaya, di Unair dan ITS saja, dalam urunan mereka bisa menghasilkan
uang Rp 30 juta tiap bulan. Keempat, harkatut tatsqif, gerakan
intelektualisasi. Ini diajari bagaimana menganalisa hubungan
internasional, mempelajari kejelekan-kejelekan ideologi kapitalisme.
Pokoknya yang ideologi modern itu mereka serang semua. Mereka
melontarkan Islam sebagai solusi atau alternatif. Ini beda dengan
Ikhwanul Muslimin dan Tarbiah Islamiah yang kemudian menjelma sebagai
PKS. Sebab Ikhwanul Muslimin agak fleksibel. Kasus di Syria, di bawah
Mustofa as-Syiba’i, ketika ideologi pemerintahannya sosialisme, mereka
ikut sosialis. Ia mencari landasan hukum bahwa sosialisme itu benar
menurut Islam. Maka Mustofa as-Syiba’i menulis buku Istiroqiyah
Islamiah, jadi sosialisme Islam.
Tapi Hizbut Tahrir di Indonesia kan pendukung PKS?
Kalau dukungan iya, tapi secara formal mereka tidak. Ya, mungkin ada kesamaan dalam perjuangan yang terbatas.
Lalu tahapan apalagi?
Yang terakhir, at-taqwin daulah islamiah, membentuk Negara Islam. Sarananya apa? Biwasailil jihad, dengan sarana jihad. Jadi
bagi negara nasional, gerakan mereka, menurut saya, bahaya. Karena
gerakan selanjutnya adalah istilamul hukmi, merebut kekuasaan. Meskipun
utopia tapi kalau mereka pakai cara-cara kekerasan, kan berat.
Karena mereka didoktrin dan pengikutnya muda-muda semua. Misalnya,
mahasiswa semester 2 atau 3. Bahkan santri saya datang ke saya, ia
bilang diajak Hizbut Tahrir. Saya persilakan. Tapi saya sendiri pernah
diprotes oleh Hizbut Tahrir.
Bahkan gadis cilik ini pun tak luput dari indoktrinasi mereka
Kenapa?
Saya kan pernah bilang, bahwa pendapat ijtihadi Hizbut Tahrir ada yang
kontroversial. Misalnya pendapat fiqhnya menyatakan bahwa anggota Hizbut
Tahrir itu sebenarnya boleh non-muslim. Ini kan kontroversi. Kemudian,
menurut Hizbut Tahrir, perempuan boleh jadi anggota parlemen. Kalau di
Arab ini kontroversi. Lalu juga – menurut Hizbut Tahrir – boleh melihat
film porno. Kemudian, ini yang menarik, menurut Hizbut Tahrir, boleh
mencium perempuan bukan muhrim, baik syahwat maupun tidak syahwat.
Begitu juga salaman dengan perempuan, boleh. Tapi mereka (aktivis Hizbut
Tahrir) membantah. Waktu di NU Centre, mereka membantah karena saya
menyatakan menurut paham Hizbut Tahrir boleh salaman dengan perempuan
bukan muhrim. Mereka tanya, masak Hizbut Tahrir membolehkan ciuman
dengan cewek bukan muhrim. Padahal setelah saya lihat dalam buku mereka
ini (Imam Ghazali Said menunjukkan buku) memang boleh. Berikutnya,
perempuan boleh berpakaian celana yang untuk kawasan Timur Tengah
dianggap kontroversi. Juga boleh orang kafir menjadi panglima di Negara
Islam, bahkan jadi khalifah sekalipun, asal dia taat pada undang-undang
Islam. Kemudian juga boleh umat Islam membayar jizyah (pajak) kepada
Negara kafir dalam kondisi umat Islam belum kuat.
Respon mereka?
Lha, ini nggak benar, kata mereka. Kata mereka, yang bicara begini ini
harus Hizbut Thahrir. Lalu saya bilang, saya kan punya data autentik.
Ini tulisan syaikh Anda sendiri, Taqiuddin Nabhani (pendiri Hizbut
Tahrir). Daulah Islamiyah. Saya sebagai guru kan tak boleh bohong.
Sekarang mahasiswa tak bisa dibohongi. Mereka bisa akses informasi
kemana-mana sehingga kita tak bisa nutup-nutupi. Katanya mereka (aktivis
Hizbut Tahrir) mau kesini, mau lihat buku ini. Saya bilang boleh, tapi
cukup difoto kopi. Kalau buku ini dibawa jangan, nanti hilang.
Apa kira-kira dasar Hizbut Tahrir membolehkan cium cewek segala itu?
Di sini tak dijelaskan alasannya. Tapi perkiraan saya agar orang Islam
dapat dukungan dalam mendirikan khilafah, maka tak boleh terlalu ketat.
Tapi menurut saya sampai sekarang belum ada tanda-tanda mereka akan bisa
mendirikan khilafah. Karena kalau terlalu ketat mereka tak bisa
mendapat dukungan internasional. Padahal mereka orientasinya
internasional. Karena itu
kampanye mereka sekarang tidak boleh mengkafirkan sesama muslim. Padahal
ideologinya mereka kafirkan. Nasionalisme mereka kafirkan.
Pengurus DPD I Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jawa Timur dan DPD II
Surabaya kemarin silaturahim ke redaksi HARIAN BANGSA. Mereka
mengklarifikasi beberapa pernyataan KH Imam Ghozali Said. Mereka yang
kemarin ditemui jajaran redaksi terlibat dialog secara intensif dan
gayeng. Beberapa kali terdengar ger-geran. Bagaimana tanggapan mereka?
Tunggu saja. Redaksi akan menurunkan tanggapan mereka setelah wawancara
dengan Imam Ghazali Said usai.
TIGA KELOMPOK ISLAM LIBERAL- MODERAT- RADIKAL |
Penulis: H. Luthfi Bashori [ 18/8/2011 ] |
|
Dalam
konteks ke-indonesia-an, umat Islam mengalami berbagai evolusi. Menurut
sejarah Indonesia, Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para Ulama dari
negeri Gujarat India lewat jalur perdagangan. Jika diteliti lebih
lanjut dan ditarik garis ke atas, maka akan ditemukan bahwa para
perintis penyebaran Islam di Indonesia ini adalah keturunan dari
tokoh-tokoh Ulama yang berasal dari negeri Yaman, tepatnya di tanah
Hadramaut. Terbukti, bahwa pemahaman Islam yang mereka sebarkan di
Indonesia adalah bermadzhab Sunny Syafi`i, sesuai dengan madzhab yang
dianut oleh nenek moyang mereka yang berada di Hadramaut Yaman. Belum
lagi banyaknya warga keturunan Hadramaut yang hingga kini mendominasi
keberadaan etnis Arab yang tersebar di negeri ini.
Terjadinya evolusi dalam tubuh umat Islam Indonesia,
ditengarai sejak datangnya penjajah Belanda yang ikut menyebarkan agama
Nasrani, serta memberi kontribusi perilaku yang tidak sesuai dengan
budaya masyarakat Indonesia, terutama kalangan umat Islamnya.
Ringkasnya, pengaruh penjajahan Belanda mencapai 350 tahun mencaplok
bumi Indonesia, inilah yang menjadi salah satu faktor utama mengapa umat
Islam Indonesia tidak lagi menjadi utuh dalam pemahaman keagamaannya,
sebagaimana yang diajarkan oleh para penyebar Islam pertama kali di
Indonesi, terutama Walisongo dan para koleganya.
Kini umat Islam Indonesia telah menganut berbagai
madzhab pemikiran, serta perilaku keagamaan, yang semakin hari semakin
bermunculanlah hal-hal yang sebelumnya tidak dikenal oleh masyarakat
Islam Indonesia. Sebut saja misalnya munculnya paham nasionalis
religius, yang mana keberadaan pengikut pamahan ini tiada lain karena
terinspirasi dari sikap sekelompok tokoh beragama Islam, namun tetap
ingin mempertahankan eksistensinya sebagai orang-orang yang selalu
berkiprah dalam perebutan kekuasaa kebangsaan di negeri ini, yang mana
dalam menjalani kehidupan sosial kemasyarakatannya tidak bersedia diatur
oleh hukum syariat Islam secara utuh.
Dewasa ini, ada tiga kelompok besar dalam tubuh umat Islam Indonesia:
KAUM LIBERAL, yaitu kelompok yang tetap mengaku
sebagai pemeluk Islam, namun tidak bersedia diikat oleh peraturan
syariat agama Islam yang telah baku dan menjadi standar hukum di
kalangan masyarakat dunia Islam. Kelompok Liberal ini dalam status
penolakannya terhadap syariat Islam bertingkat-tingkat. Adapun yang
tergolong kelompok ini antara lain adalah kaum sekuleris, nasionalis,
pluralis, dan liberalis. Kelompok ini pada dasarnya adalah lebih
menuhankan akal pikiran dan hawa nafsunya dibanding ketaatan dan
ketundukannya kepada syariat Islam secara utuh.
KAUM MODERAT, namun penulis lebih senang
mengistilahkan dengan KELOMPOK KONSISTEN, sebagai terjemahan dari
istilah ISTIQAMAH, ini jika yang dimaksud adalah umat Islam yang masih
konsisten berpegang teguh terhadap ajaran syariat Islam dalm pemahaman
Ulama Salaf Ahlussunnah wal jamaah. Karena jika disebut dengan istilah
KAUM MODERAT (meminjam istilah panitia Kuliah Jumat, Ponpes Sarang
Rembang) dewasa ini, maka akan dipahami oleh masyarakat awam, lebih
berorientasi kepada kelompok liberal, karena arti MODERAT, kini sudah
bergeser kepada arti kelompok yang dapat menerima hal-hal di luar
konteks syariat, termasuk dapat menerima segala macam aliran pemikiran
bahkan menerima perilaku dan ritual non muslim.
Jadi dalam pembahasan kelompok Moderat ini, penulis
akan menfokuskan pada istilah kelompok Konsisten. Kelompok Konsisten
ini adalah mayoritas umat Islam yang masih mengikuti ajaran syariat yang
telah diterima secara estafet dengan panduan kitab yg standar yang
diterima secara estafet pula dari para ulama dan orang tua, dari
generasi pendahulunya yang lebih tua lagi hingga sampai kepada para
pembawa dan penyebar agama Islam yang pertama kali datang ke Indonesia,
yaitu para Walisongo dan ulama sejamannya. Kelompok Konsisten ini,
selalu berupaya untuk menerapkan syariat Islam secara utuh, namun tetap
disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang secara riil dihadapi.
Di
saat bergaul dengan masyarakat yang belum mampu menerapkan syariat Islam
secara utuh, maka kelompok ini mengambil kebijakan yang sedikit lentur
namun tetap mengarahkan masyarakat untuk dapat melaksanakan syariat
Islam dengan sempurna. Sebagai ilustrasi, Walisongo dapat berdakwah
melalui jalur budaya asli tanah Jawa yang secara kasat mata tidak ada
kolerainya dengan pelaksanaan syariat.Namun pada kesempatan lain, para
Walisongo tidak segan-segan menghukum mati Syekh Sidi Jenar, yang secara
ilmu dhahir atau kasat mata dinilai telah melakukan tindak pidana
perbuatan kemurtadan di depan khalayak, dengan pengakuannya semisal AKU
ADALAH ALLAH. Para Walisongo ini hanyalah melaksanakan kaedah syariat:
Nahnu nahkum bid dhawahir wallahu ya`lamus sarair (kami menghukumi
secara dhahir, sedangkan Allah yang mengetahui rahasia yang
tersembunyi), serta mengqiaskan dengan hadits: Man baddala diinahu
faqtuluuhu (barang siapa yang menggantikan agamanya/murtad, maka
bunuhlah).
Keputusan para Walisongo dalam menghukum mati Syekh
Sidi Jenar, adalah upaya melaksanaan syariat Islam secara utuh, tatkala
mereka mendapatkan kesempatan yang memungkinkan terhadap pelaku
kemurtadan, tentunya sesuai dhahir kaedah syariat. Kelompok Konsisten di
masa kini, sudah seharusnya meneladani sikap dan perilaku serta ajaran
Walisongo ini. Yaitu, saat menghadapi situasi yang belum memungkinkan
melaksanakan syariat semisal terhadp tindak pidana, maka selayaknya
dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya. Namun, jika ada
kesempatan dan ada kemampuan untuk melaksanakan Amar ma`ruf sekaligus
mengamalkan Nahi mungkar dengan arti yang sesungguhnya dan dirasakan
dapat membawa kemaslahatan umat, maka sudah sepatutnya kelompok
konsisten ini menjalankan kewajiban tersebut, tanpa harus merasa
khawatir atau takut dijuluki masyarakat sebagai kelompok garis keras,
atau kelompok ekstrim, dll. Sebab, jika benar orang yang melaksanakan
syariat nahi mungkar dengan memerangi perilaku tindak pidana,
dikategorikan sebagai kelompok garis keras atau ekstrim, maka para
Walisongo-lah yang paling tepat mendapat julukan kelompok garis keras
maupun ekstrim. Jadi, mengelompokkan kaum Konsisten ke dalam kelompok
garis keras, atau ekstrim, atau bahkan radikal, yang akan dibahas pada
sesi berikut, menjadi tidak logis dan tidak tepat.
KAUM RADIKAL. Dalam hal ini, penulis membagi kaum
Radikal menjadi dua. Pertama, kaum Radikal dalam pemikiran dan pemhaman.
Maksudnya, setiap kelompok Islam yang tidak dapat bertoleransi dengan
kelompok Islam lainnya, hanya karena beda organisasi, atau hanya karena
perbedaan pemahaman yang bersifat furu` atau khilafiyah furu`iyah, bukan
perbedaan yang menyangkut aqidah atau usuluddin atau ketauhidan, maka
kelompok ini dinamakan kaum Radikal. Seperti adanya kelompok
Wahhabi/Salafi yang senang mengkafirkan kaum muslimin, karena dianggap
telah melakukan bid`ah dhalalah, padahal yang dilakukan oleh masyarakat
hanyalah sekedar mengundang warga untuk membaca Alquran, shalawat Nabi,
dzikir, mendengar ceramah agama, dan memberi sedekah makan, hanya saja
dilakukan dalam sebuah rangkaian acara yang disebut TAHLILAN. Jadi,
kelompok yang mengkafirkan jama`ah tahlilan inilah yang disebut sebagai
kelompok Radikal dalam pemikiran dan pemahaman.
Kedua kaum Radikal dalam perilaku. Kelompok ini
adalah mereka yang melakukan perusakan fisik maupun pembantaian terhadap
nyawa orang lain, tanpa mempertimbangkan syarat-syarat yang ditetapkan
ole syariat perang. Ada istilah yang memudahkan umat untuk mengenal
kelompok ini, yaitu adanya BOM BUNUH DIRI dan BOM SYAHID. Bom bunuh diri
yaitu bom yang dilakukan di negara daarul amaan, dengan sasaran
membabibuta, menghancurkan fasilitas umum yang diperkenankan oleh
syariat semisal halte bis, membunuh wanita dan anak-anak serta
orang-orang tua rentah, menumbangkan pepohonan dsb. Bom bunuh diri
hukumnya haram dan pelakunya dianggap fasik, namun tidak sampai murtad,
karena telah melanggar tata cara syariat peperangan melawan kekafiran.
Sedangkan bom syahid dilakukan di negara konflik antar umat Islam
melawan orang-orang kafir. Dengan adanya perkembangan teknologi, maka
salah satu strategi untuk dapat membalas serangan musuh, yang dewasa ini
memiliki peralatan perang yang lebih canggih dari peralatan milik umat
Islam, maka sebagian para ulama yang hidup di wilayah konflik telah
menfatwakan bolehnya melakukan bom syahid, yang dalam bahasa Jepang
dikenal dengan istilah Kamikaze. Pelaku bom syahid tidak dinamaka
sebagai kelompok radikal, namun tergolong kelompok Konsisten dalam
membela agama Islam.
|
|
|
|
|
|
- See more at: http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=karya&var=detail&id=29#sthash.sewisSwG.dpuf
TIGA KELOMPOK ISLAM LIBERAL- MODERAT- RADIKAL |
Penulis: H. Luthfi Bashori [ 18/8/2011 ] |
|
Dalam
konteks ke-indonesia-an, umat Islam mengalami berbagai evolusi. Menurut
sejarah Indonesia, Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para Ulama dari
negeri Gujarat India lewat jalur perdagangan. Jika diteliti lebih
lanjut dan ditarik garis ke atas, maka akan ditemukan bahwa para
perintis penyebaran Islam di Indonesia ini adalah keturunan dari
tokoh-tokoh Ulama yang berasal dari negeri Yaman, tepatnya di tanah
Hadramaut. Terbukti, bahwa pemahaman Islam yang mereka sebarkan di
Indonesia adalah bermadzhab Sunny Syafi`i, sesuai dengan madzhab yang
dianut oleh nenek moyang mereka yang berada di Hadramaut Yaman. Belum
lagi banyaknya warga keturunan Hadramaut yang hingga kini mendominasi
keberadaan etnis Arab yang tersebar di negeri ini.
Terjadinya evolusi dalam tubuh umat Islam Indonesia,
ditengarai sejak datangnya penjajah Belanda yang ikut menyebarkan agama
Nasrani, serta memberi kontribusi perilaku yang tidak sesuai dengan
budaya masyarakat Indonesia, terutama kalangan umat Islamnya.
Ringkasnya, pengaruh penjajahan Belanda mencapai 350 tahun mencaplok
bumi Indonesia, inilah yang menjadi salah satu faktor utama mengapa umat
Islam Indonesia tidak lagi menjadi utuh dalam pemahaman keagamaannya,
sebagaimana yang diajarkan oleh para penyebar Islam pertama kali di
Indonesi, terutama Walisongo dan para koleganya.
Kini umat Islam Indonesia telah menganut berbagai
madzhab pemikiran, serta perilaku keagamaan, yang semakin hari semakin
bermunculanlah hal-hal yang sebelumnya tidak dikenal oleh masyarakat
Islam Indonesia. Sebut saja misalnya munculnya paham nasionalis
religius, yang mana keberadaan pengikut pamahan ini tiada lain karena
terinspirasi dari sikap sekelompok tokoh beragama Islam, namun tetap
ingin mempertahankan eksistensinya sebagai orang-orang yang selalu
berkiprah dalam perebutan kekuasaa kebangsaan di negeri ini, yang mana
dalam menjalani kehidupan sosial kemasyarakatannya tidak bersedia diatur
oleh hukum syariat Islam secara utuh.
Dewasa ini, ada tiga kelompok besar dalam tubuh umat Islam Indonesia:
KAUM LIBERAL, yaitu kelompok yang tetap mengaku
sebagai pemeluk Islam, namun tidak bersedia diikat oleh peraturan
syariat agama Islam yang telah baku dan menjadi standar hukum di
kalangan masyarakat dunia Islam. Kelompok Liberal ini dalam status
penolakannya terhadap syariat Islam bertingkat-tingkat. Adapun yang
tergolong kelompok ini antara lain adalah kaum sekuleris, nasionalis,
pluralis, dan liberalis. Kelompok ini pada dasarnya adalah lebih
menuhankan akal pikiran dan hawa nafsunya dibanding ketaatan dan
ketundukannya kepada syariat Islam secara utuh.
KAUM MODERAT, namun penulis lebih senang
mengistilahkan dengan KELOMPOK KONSISTEN, sebagai terjemahan dari
istilah ISTIQAMAH, ini jika yang dimaksud adalah umat Islam yang masih
konsisten berpegang teguh terhadap ajaran syariat Islam dalm pemahaman
Ulama Salaf Ahlussunnah wal jamaah. Karena jika disebut dengan istilah
KAUM MODERAT (meminjam istilah panitia Kuliah Jumat, Ponpes Sarang
Rembang) dewasa ini, maka akan dipahami oleh masyarakat awam, lebih
berorientasi kepada kelompok liberal, karena arti MODERAT, kini sudah
bergeser kepada arti kelompok yang dapat menerima hal-hal di luar
konteks syariat, termasuk dapat menerima segala macam aliran pemikiran
bahkan menerima perilaku dan ritual non muslim.
Jadi dalam pembahasan kelompok Moderat ini, penulis
akan menfokuskan pada istilah kelompok Konsisten. Kelompok Konsisten
ini adalah mayoritas umat Islam yang masih mengikuti ajaran syariat yang
telah diterima secara estafet dengan panduan kitab yg standar yang
diterima secara estafet pula dari para ulama dan orang tua, dari
generasi pendahulunya yang lebih tua lagi hingga sampai kepada para
pembawa dan penyebar agama Islam yang pertama kali datang ke Indonesia,
yaitu para Walisongo dan ulama sejamannya. Kelompok Konsisten ini,
selalu berupaya untuk menerapkan syariat Islam secara utuh, namun tetap
disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang secara riil dihadapi.
Di
saat bergaul dengan masyarakat yang belum mampu menerapkan syariat Islam
secara utuh, maka kelompok ini mengambil kebijakan yang sedikit lentur
namun tetap mengarahkan masyarakat untuk dapat melaksanakan syariat
Islam dengan sempurna. Sebagai ilustrasi, Walisongo dapat berdakwah
melalui jalur budaya asli tanah Jawa yang secara kasat mata tidak ada
kolerainya dengan pelaksanaan syariat.Namun pada kesempatan lain, para
Walisongo tidak segan-segan menghukum mati Syekh Sidi Jenar, yang secara
ilmu dhahir atau kasat mata dinilai telah melakukan tindak pidana
perbuatan kemurtadan di depan khalayak, dengan pengakuannya semisal AKU
ADALAH ALLAH. Para Walisongo ini hanyalah melaksanakan kaedah syariat:
Nahnu nahkum bid dhawahir wallahu ya`lamus sarair (kami menghukumi
secara dhahir, sedangkan Allah yang mengetahui rahasia yang
tersembunyi), serta mengqiaskan dengan hadits: Man baddala diinahu
faqtuluuhu (barang siapa yang menggantikan agamanya/murtad, maka
bunuhlah).
Keputusan para Walisongo dalam menghukum mati Syekh
Sidi Jenar, adalah upaya melaksanaan syariat Islam secara utuh, tatkala
mereka mendapatkan kesempatan yang memungkinkan terhadap pelaku
kemurtadan, tentunya sesuai dhahir kaedah syariat. Kelompok Konsisten di
masa kini, sudah seharusnya meneladani sikap dan perilaku serta ajaran
Walisongo ini. Yaitu, saat menghadapi situasi yang belum memungkinkan
melaksanakan syariat semisal terhadp tindak pidana, maka selayaknya
dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya. Namun, jika ada
kesempatan dan ada kemampuan untuk melaksanakan Amar ma`ruf sekaligus
mengamalkan Nahi mungkar dengan arti yang sesungguhnya dan dirasakan
dapat membawa kemaslahatan umat, maka sudah sepatutnya kelompok
konsisten ini menjalankan kewajiban tersebut, tanpa harus merasa
khawatir atau takut dijuluki masyarakat sebagai kelompok garis keras,
atau kelompok ekstrim, dll. Sebab, jika benar orang yang melaksanakan
syariat nahi mungkar dengan memerangi perilaku tindak pidana,
dikategorikan sebagai kelompok garis keras atau ekstrim, maka para
Walisongo-lah yang paling tepat mendapat julukan kelompok garis keras
maupun ekstrim. Jadi, mengelompokkan kaum Konsisten ke dalam kelompok
garis keras, atau ekstrim, atau bahkan radikal, yang akan dibahas pada
sesi berikut, menjadi tidak logis dan tidak tepat.
KAUM RADIKAL. Dalam hal ini, penulis membagi kaum
Radikal menjadi dua. Pertama, kaum Radikal dalam pemikiran dan pemhaman.
Maksudnya, setiap kelompok Islam yang tidak dapat bertoleransi dengan
kelompok Islam lainnya, hanya karena beda organisasi, atau hanya karena
perbedaan pemahaman yang bersifat furu` atau khilafiyah furu`iyah, bukan
perbedaan yang menyangkut aqidah atau usuluddin atau ketauhidan, maka
kelompok ini dinamakan kaum Radikal. Seperti adanya kelompok
Wahhabi/Salafi yang senang mengkafirkan kaum muslimin, karena dianggap
telah melakukan bid`ah dhalalah, padahal yang dilakukan oleh masyarakat
hanyalah sekedar mengundang warga untuk membaca Alquran, shalawat Nabi,
dzikir, mendengar ceramah agama, dan memberi sedekah makan, hanya saja
dilakukan dalam sebuah rangkaian acara yang disebut TAHLILAN. Jadi,
kelompok yang mengkafirkan jama`ah tahlilan inilah yang disebut sebagai
kelompok Radikal dalam pemikiran dan pemahaman.
Kedua kaum Radikal dalam perilaku. Kelompok ini
adalah mereka yang melakukan perusakan fisik maupun pembantaian terhadap
nyawa orang lain, tanpa mempertimbangkan syarat-syarat yang ditetapkan
ole syariat perang. Ada istilah yang memudahkan umat untuk mengenal
kelompok ini, yaitu adanya BOM BUNUH DIRI dan BOM SYAHID. Bom bunuh diri
yaitu bom yang dilakukan di negara daarul amaan, dengan sasaran
membabibuta, menghancurkan fasilitas umum yang diperkenankan oleh
syariat semisal halte bis, membunuh wanita dan anak-anak serta
orang-orang tua rentah, menumbangkan pepohonan dsb. Bom bunuh diri
hukumnya haram dan pelakunya dianggap fasik, namun tidak sampai murtad,
karena telah melanggar tata cara syariat peperangan melawan kekafiran.
Sedangkan bom syahid dilakukan di negara konflik antar umat Islam
melawan orang-orang kafir. Dengan adanya perkembangan teknologi, maka
salah satu strategi untuk dapat membalas serangan musuh, yang dewasa ini
memiliki peralatan perang yang lebih canggih dari peralatan milik umat
Islam, maka sebagian para ulama yang hidup di wilayah konflik telah
menfatwakan bolehnya melakukan bom syahid, yang dalam bahasa Jepang
dikenal dengan istilah Kamikaze. Pelaku bom syahid tidak dinamaka
sebagai kelompok radikal, namun tergolong kelompok Konsisten dalam
membela agama Islam.
|
|
|
|
|
|
- See more at: http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=karya&var=detail&id=29#sthash.sewisSwG.dpuf
TIGA KELOMPOK ISLAM LIBERAL- MODERAT- RADIKAL |
Penulis: H. Luthfi Bashori [ 18/8/2011 ] |
|
Dalam
konteks ke-indonesia-an, umat Islam mengalami berbagai evolusi. Menurut
sejarah Indonesia, Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para Ulama dari
negeri Gujarat India lewat jalur perdagangan. Jika diteliti lebih
lanjut dan ditarik garis ke atas, maka akan ditemukan bahwa para
perintis penyebaran Islam di Indonesia ini adalah keturunan dari
tokoh-tokoh Ulama yang berasal dari negeri Yaman, tepatnya di tanah
Hadramaut. Terbukti, bahwa pemahaman Islam yang mereka sebarkan di
Indonesia adalah bermadzhab Sunny Syafi`i, sesuai dengan madzhab yang
dianut oleh nenek moyang mereka yang berada di Hadramaut Yaman. Belum
lagi banyaknya warga keturunan Hadramaut yang hingga kini mendominasi
keberadaan etnis Arab yang tersebar di negeri ini.
Terjadinya evolusi dalam tubuh umat Islam Indonesia,
ditengarai sejak datangnya penjajah Belanda yang ikut menyebarkan agama
Nasrani, serta memberi kontribusi perilaku yang tidak sesuai dengan
budaya masyarakat Indonesia, terutama kalangan umat Islamnya.
Ringkasnya, pengaruh penjajahan Belanda mencapai 350 tahun mencaplok
bumi Indonesia, inilah yang menjadi salah satu faktor utama mengapa umat
Islam Indonesia tidak lagi menjadi utuh dalam pemahaman keagamaannya,
sebagaimana yang diajarkan oleh para penyebar Islam pertama kali di
Indonesi, terutama Walisongo dan para koleganya.
Kini umat Islam Indonesia telah menganut berbagai
madzhab pemikiran, serta perilaku keagamaan, yang semakin hari semakin
bermunculanlah hal-hal yang sebelumnya tidak dikenal oleh masyarakat
Islam Indonesia. Sebut saja misalnya munculnya paham nasionalis
religius, yang mana keberadaan pengikut pamahan ini tiada lain karena
terinspirasi dari sikap sekelompok tokoh beragama Islam, namun tetap
ingin mempertahankan eksistensinya sebagai orang-orang yang selalu
berkiprah dalam perebutan kekuasaa kebangsaan di negeri ini, yang mana
dalam menjalani kehidupan sosial kemasyarakatannya tidak bersedia diatur
oleh hukum syariat Islam secara utuh.
Dewasa ini, ada tiga kelompok besar dalam tubuh umat Islam Indonesia:
KAUM LIBERAL, yaitu kelompok yang tetap mengaku
sebagai pemeluk Islam, namun tidak bersedia diikat oleh peraturan
syariat agama Islam yang telah baku dan menjadi standar hukum di
kalangan masyarakat dunia Islam. Kelompok Liberal ini dalam status
penolakannya terhadap syariat Islam bertingkat-tingkat. Adapun yang
tergolong kelompok ini antara lain adalah kaum sekuleris, nasionalis,
pluralis, dan liberalis. Kelompok ini pada dasarnya adalah lebih
menuhankan akal pikiran dan hawa nafsunya dibanding ketaatan dan
ketundukannya kepada syariat Islam secara utuh.
KAUM MODERAT, namun penulis lebih senang
mengistilahkan dengan KELOMPOK KONSISTEN, sebagai terjemahan dari
istilah ISTIQAMAH, ini jika yang dimaksud adalah umat Islam yang masih
konsisten berpegang teguh terhadap ajaran syariat Islam dalm pemahaman
Ulama Salaf Ahlussunnah wal jamaah. Karena jika disebut dengan istilah
KAUM MODERAT (meminjam istilah panitia Kuliah Jumat, Ponpes Sarang
Rembang) dewasa ini, maka akan dipahami oleh masyarakat awam, lebih
berorientasi kepada kelompok liberal, karena arti MODERAT, kini sudah
bergeser kepada arti kelompok yang dapat menerima hal-hal di luar
konteks syariat, termasuk dapat menerima segala macam aliran pemikiran
bahkan menerima perilaku dan ritual non muslim.
Jadi dalam pembahasan kelompok Moderat ini, penulis
akan menfokuskan pada istilah kelompok Konsisten. Kelompok Konsisten
ini adalah mayoritas umat Islam yang masih mengikuti ajaran syariat yang
telah diterima secara estafet dengan panduan kitab yg standar yang
diterima secara estafet pula dari para ulama dan orang tua, dari
generasi pendahulunya yang lebih tua lagi hingga sampai kepada para
pembawa dan penyebar agama Islam yang pertama kali datang ke Indonesia,
yaitu para Walisongo dan ulama sejamannya. Kelompok Konsisten ini,
selalu berupaya untuk menerapkan syariat Islam secara utuh, namun tetap
disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang secara riil dihadapi.
Di
saat bergaul dengan masyarakat yang belum mampu menerapkan syariat Islam
secara utuh, maka kelompok ini mengambil kebijakan yang sedikit lentur
namun tetap mengarahkan masyarakat untuk dapat melaksanakan syariat
Islam dengan sempurna. Sebagai ilustrasi, Walisongo dapat berdakwah
melalui jalur budaya asli tanah Jawa yang secara kasat mata tidak ada
kolerainya dengan pelaksanaan syariat.Namun pada kesempatan lain, para
Walisongo tidak segan-segan menghukum mati Syekh Sidi Jenar, yang secara
ilmu dhahir atau kasat mata dinilai telah melakukan tindak pidana
perbuatan kemurtadan di depan khalayak, dengan pengakuannya semisal AKU
ADALAH ALLAH. Para Walisongo ini hanyalah melaksanakan kaedah syariat:
Nahnu nahkum bid dhawahir wallahu ya`lamus sarair (kami menghukumi
secara dhahir, sedangkan Allah yang mengetahui rahasia yang
tersembunyi), serta mengqiaskan dengan hadits: Man baddala diinahu
faqtuluuhu (barang siapa yang menggantikan agamanya/murtad, maka
bunuhlah).
Keputusan para Walisongo dalam menghukum mati Syekh
Sidi Jenar, adalah upaya melaksanaan syariat Islam secara utuh, tatkala
mereka mendapatkan kesempatan yang memungkinkan terhadap pelaku
kemurtadan, tentunya sesuai dhahir kaedah syariat. Kelompok Konsisten di
masa kini, sudah seharusnya meneladani sikap dan perilaku serta ajaran
Walisongo ini. Yaitu, saat menghadapi situasi yang belum memungkinkan
melaksanakan syariat semisal terhadp tindak pidana, maka selayaknya
dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya. Namun, jika ada
kesempatan dan ada kemampuan untuk melaksanakan Amar ma`ruf sekaligus
mengamalkan Nahi mungkar dengan arti yang sesungguhnya dan dirasakan
dapat membawa kemaslahatan umat, maka sudah sepatutnya kelompok
konsisten ini menjalankan kewajiban tersebut, tanpa harus merasa
khawatir atau takut dijuluki masyarakat sebagai kelompok garis keras,
atau kelompok ekstrim, dll. Sebab, jika benar orang yang melaksanakan
syariat nahi mungkar dengan memerangi perilaku tindak pidana,
dikategorikan sebagai kelompok garis keras atau ekstrim, maka para
Walisongo-lah yang paling tepat mendapat julukan kelompok garis keras
maupun ekstrim. Jadi, mengelompokkan kaum Konsisten ke dalam kelompok
garis keras, atau ekstrim, atau bahkan radikal, yang akan dibahas pada
sesi berikut, menjadi tidak logis dan tidak tepat.
KAUM RADIKAL. Dalam hal ini, penulis membagi kaum
Radikal menjadi dua. Pertama, kaum Radikal dalam pemikiran dan pemhaman.
Maksudnya, setiap kelompok Islam yang tidak dapat bertoleransi dengan
kelompok Islam lainnya, hanya karena beda organisasi, atau hanya karena
perbedaan pemahaman yang bersifat furu` atau khilafiyah furu`iyah, bukan
perbedaan yang menyangkut aqidah atau usuluddin atau ketauhidan, maka
kelompok ini dinamakan kaum Radikal. Seperti adanya kelompok
Wahhabi/Salafi yang senang mengkafirkan kaum muslimin, karena dianggap
telah melakukan bid`ah dhalalah, padahal yang dilakukan oleh masyarakat
hanyalah sekedar mengundang warga untuk membaca Alquran, shalawat Nabi,
dzikir, mendengar ceramah agama, dan memberi sedekah makan, hanya saja
dilakukan dalam sebuah rangkaian acara yang disebut TAHLILAN. Jadi,
kelompok yang mengkafirkan jama`ah tahlilan inilah yang disebut sebagai
kelompok Radikal dalam pemikiran dan pemahaman.
Kedua kaum Radikal dalam perilaku. Kelompok ini
adalah mereka yang melakukan perusakan fisik maupun pembantaian terhadap
nyawa orang lain, tanpa mempertimbangkan syarat-syarat yang ditetapkan
ole syariat perang. Ada istilah yang memudahkan umat untuk mengenal
kelompok ini, yaitu adanya BOM BUNUH DIRI dan BOM SYAHID. Bom bunuh diri
yaitu bom yang dilakukan di negara daarul amaan, dengan sasaran
membabibuta, menghancurkan fasilitas umum yang diperkenankan oleh
syariat semisal halte bis, membunuh wanita dan anak-anak serta
orang-orang tua rentah, menumbangkan pepohonan dsb. Bom bunuh diri
hukumnya haram dan pelakunya dianggap fasik, namun tidak sampai murtad,
karena telah melanggar tata cara syariat peperangan melawan kekafiran.
Sedangkan bom syahid dilakukan di negara konflik antar umat Islam
melawan orang-orang kafir. Dengan adanya perkembangan teknologi, maka
salah satu strategi untuk dapat membalas serangan musuh, yang dewasa ini
memiliki peralatan perang yang lebih canggih dari peralatan milik umat
Islam, maka sebagian para ulama yang hidup di wilayah konflik telah
menfatwakan bolehnya melakukan bom syahid, yang dalam bahasa Jepang
dikenal dengan istilah Kamikaze. Pelaku bom syahid tidak dinamaka
sebagai kelompok radikal, namun tergolong kelompok Konsisten dalam
membela agama Islam.
|
|
|
|
|
|
- See more at: http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=karya&var=detail&id=29#sthash.sewisSwG.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar