73_Aliran Akhir Zaman

73_Aliran Akhir Zaman

Senin, 18 Januari 2016

Blog / Hizbut Tahrir adalah Organisasi Terlarang (OT) di Negara Asal Berdirinya

Akhirnya Hizbut Tahrir itu menjadi organisasi terlarang (OT) di negara asal berdirinya. Karena ia menganggap nasionalisme itu sebagai jahiliah modern. Namun meski menjadi organisasi terlarang Hizbut Tahrir tetap bekerja dan menyusup ke tentara, ke berbagai organisasi profesi dan masuk juga ke parlemen. Hizbut Tahrir masuk ke partai politik dengan menyembunyikan identitasnya. Dari situlah kemudian terjadi upaya-upaya untuk melakukan kudeta terhadap pemerintah yang sah
 
Beberapa kiai NU belakangan ini mengaku didatangi aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Para aktivis HTI itu selain membagikan brosur juga mengajak kiai masuk kelompok mereka. Diantara kiai itu adalah KH Ahmad Muhammad Alhammad, pengasuh pesantren Qomaruddin Bungah Gresik. “Saya katakan kepada mereka, saya ini NU, tak mungkin ikut paham sampean,” kata Yai Mad – panggilan kiai berparas teduh itu kepada sejumlah tamunya suatu ketika. “Brosur-brosurnya ada tapi tidak saya baca,” tuturnya lagi.

Pengurus NU di berbagai daerah, termasuk PWNU Jawa Timur, juga mengaku sering mendapat pengaduan dari warga NU soal aktivis HTI yang berusaha mempengaruhi warga nahdliyin. Bahkan dalam Munas dan Mubes NU di Asrama Haji Sukolilo Surabaya tempo hari para aktvis HTI masuk ke kamar-kamar peserta membagikan selebaran. Jargon mereka – seperti biasa – khilafah sebagai solusi. Belum lagi beberapa masjid NU yang jadi sasaran mereka.

Karuan saja banyak kiai penasaran. Gerakan apa sebenarnya HTI? Bagaimana asal-usulnya? Berikut wawancara HARIAN BANGSA dengan KH Imam Ghozali Said, MA, cendekiawan muslim yang banyak mengamati gerakan Islam radikal. Pengasuh pesantren mahasiswa An-Nur Wonocolo ini memang sangat paham soal berbagai gerakan Islam, terutama yang berasal dari Timur Tengah. Ia selain banyak menulis dan mengoleksi literatur Islam aliran keras juga bertahun-tahun studi di Timur Tengah. Ia mendapat gelar S-1- di Universitas Al-Azhar Mesir, sedang S-2 di Hartoum International Institute Sudan. Kemudian ia melanjutkan ke S-3 di Kairo University Mesir. Kini intelektual muslim ini aktif sebagai Rois Syuriah PCNU Surabaya dan dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Bisa Anda jelaskan bagaimana sejarah gerakan Islam aliran keras yang belakangan menjadi perhatian para kiai NU?

Sebenarnya kelompok besarnya itu Ikhwanul Muslimin yang pusatnya di Ismailiah, Mesir. Organisasi ini berdiri pada 1928, dua tahun setelah NU berdiri, NU kan berdiri 1926. Pendiri Ikhwanul Muslimin Syaikh Hasan Al-Banna. Menurut saya, pemikiran Syaikh Hasan Al-Banna ini moderat. Dia berusaha mengakomodasi kelompok salafy yang wahabi, merangkul kelompok tradisional yang mungkin perilaku keagamaannya sama dengan NU dan juga merangkul kelompok pembaharu yang dipengaruhi oleh Muhammad Abduh. Syaikh Al-Banna menyatakan bahwa Ikhwanul Muslimin itu harkah islamiyah, sunniyah, salafiyah, jadi diakomodasi semua, sehingga ikhwanul muslimin menjadi besar. Dalam Ikhwanul Muslimin ada lembaga bernama Tandhimul Jihad. Yaitu institusi jihad dalam struktur Ikhwanul Muslimin yang sangat rahasia. Kader yang berada dalam Tandhimul Jihad ini dilatih militer betul, doktrinnya pakai kesetiaan seperti tarikat kepada mursyid. Ini dibawah komando langsung Ikhwanul Muslimin. Para militer atau milisi ini menarik kelompok-kelompok sekuler yang ingin belajar tentang disiplin militer. Nasser (Gammal Nasser, red) dan Sadat (Anwar Sadat, red) juga belajar pada Tandhimul Jihad ini.


Syekh Hasan al-Banna, Pendiri Ikhwanul Muslimin


Apa Nasser dan Sadat yang kemudian jadi presiden Mesir itu bagian dari Ikhwanul Muslimin?

Mereka bagian dari militernya, bukan dari ideologi Ikhwanul Muslimin. Jadi mereka belajar aspek militernya. Ketika pada 1948 Israel mempermaklumkan sebagai negara maka terjadi perang. Nah, Tandhimul Jihad ini ikut perang, dan kelompok ini yang punya prakarsa-prakarsa. Waktu itu Mesir kan masih dibawah kerajaan Raja Faruk dan sistemnya masih perdana menteri, Nugrasi. Tapi akhirnya Arab kalah dan Israel berdiri. Kemudian Tandhimul Jihad balik lagi ke Mesir. Nah, dalam kelompok ini ada Taqiuddin Nabhani yang kemudian mendirikan Hizbut Tahrir. Jadi Taqiuddin itu awalnya bagian dari Ikhwanul Muslimin. Namun antara Hasan Al-Banna dan Taqiuddin ini kemudian terjadi perbedaan. Hasan Al-Banna berprinsip kita terus melakukan perjuangan dan memperbaiki sumber daya manusia. Sedang Taqiuddin bersikukuh agar terus melakukan perjuangan bersenjata, militer. Taqiuddin berpendapat kekalahan Arab atau Islam karena dijajah oleh sistem politik demokrasi dan nasionalisme. Sedang Hasan Al-Banna berpendapat sebaliknya. Menurut dia, tidak masalah umat Islam menerima sistem demokrasi dan nasionalisme, yang penting kehidupan syariat Islam berjalan dalam suatu negara. Pada 1949 Hasan Al-Banna meninggal karena ditembak agen pemerintah dan dianggap syahid. Sedang Taqiuddin terus berkampanye di kelompoknya di Syria, Libanon dan Yordania. Kemudian Tandhimul Jihad diambil alih Sayid Qutub, ideolognya Ikhwanul Muslimin. Ia dikenal sebagai sastrawan dan penulis produktif, termasuk tafsir yang banyak dibaca oleh kita di Indonesia. Nah, Sayid Qutub ini mendatangi Taqiuddin agar secara ideologi tetap di Ikhwanul Muslimin. Tapi Taqiuddin tidak mau karena ia beranggapan bahwa Ikhwanul Muslimin sudah masuk lingkaran jahiliyah. Ya, itu menurut Taqiuddin hanya gara-gara Ikhwanul Muslimin menerima nasionalisme.

                              Sayyid Qutub

Akhirnya Taqiuddin mendirikan Hizbut Tahrir. Artinya, partai pembebasan. Maksudnya, pembebasan kaum muslimin dari cengkeraman Barat dan dalam jangka dekat membebaskan Palestina dari Israel. Itu pada mulanya. Ia mengonsep ideologi khilafah Islamiyah.

Lantas?

Nah, karena ia berideologi khilafah Islamiyah, sementara di negaranya sendiri telah berdiri negara nasional, maka akhirnya berbeda dengan masyarakatnya. Di Lebanon, sudah berdiri negara nasionalis yang multi karena rakyatnya terdiri dari banyak agama, undang-undangnya sesuai jumlah penduduknya, misalnya, presidennya, harus orang Kristen Maronit, Perdana Menterinya harus orang Islam Sunni, ketua parlemennya harus orang Islam Syiah. Di Syiria juga telah menjadi negara sosialis, begitu juga Yordania telah berdiri sebagai negara sesuai kondisi masyarakatnya. Akhirnya Hizbut Tahrir itu menjadi organisasi terlarang (OT) di negara asal berdirinya. Karena ia menganggap nasionalisme itu sebagai jahiliah modern. Namun meski menjadi organisasi terlarang Hizbut Tahrir tetap bekerja dan menyusup ke tentara, ke berbagai organisasi profesi dan masuk juga ke parlemen. Hizbut Tahrir masuk ke partai politik dengan menyembunyikan identitasnya. Dari situlah kemudian terjadi upaya-upaya untuk melakukan kudeta terhadap pemerintah yang sah pada jaman Raja Husen. Sehingga sebagian anggota Hizbut Tahrir diajukan ke pengadilan dan dihukum mati. Sampai sekarang Hizbut Tahrir masih jadi organisasi terlarang di Yordania.

Bagaimana sejarahnya sampai ke Indonesia?

Mereka mengembangkan ke sini melalui mahasiswa yang belajar di Mesir. Pola ikhwan dikembangkan, pola Salafy dan pola Hizbut Tahrir dikembangkan. Tapi antara Ikhwan, Salafy dan Hizbut Tahrir secara ideologi bertemu, ada kesamaan. Mereka sama-sama ingin menerapkan formalisasi syariat Islam. Hanya bedanya, kalau Salafy cenderung ke peribadatan, atau dalam bahasa lain mengislamkan orang Islam, karena dianggap belum Islam. Dan target utamanya NU karena dianggap sarangnya bid’ah (ha...ha...ha...). Bisa saja kelompok Salafy, Hizbut Tahrir dan Ikwanul Muslimin membantah, tapi saya tahu karena saya telah berkumpul dengan mereka.



Kalau Ikhwanul Muslimin?

Sama. Kelompok Ikhwanul Muslimin, menjadikan NU sebagai target. Mereka bergerak lewat mahasiswanya yang dinamakan usrah (keluarga). Usrah ini minimal 7 orang, dan maksimal 10 orang. Ini ada amirnya dan amir inilah yang bertanggungjawab terhadap kelompok. Bagaimana mengatasi kebutuhan kehidupan sehari-hari terpenuhi, misalnya kalau ada anggota yang kesulitan bayar SPP. Jadi mereka tak hanya bergerak di bidang politik, tapi juga bidang-bidang lain. Nah, kelompok inilah yang kemudian menamakan diri sebagai Tarbiyah yang bermarkas di kampus-kampus seperti Unesa dan sebagainya. Kelompok Tarbiyah inilah yang menjadi cikal bakal PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Mereka umumnya alumni Mesir, Syiria atau Saudi. Kelompok ini masih agak moderat karena masih mau menerima negara nasional. Tapi substansi perjuangan formalisasi syariat sama dengan Hizbut Tahrir atau Salafy.


Kalau dalam ideologi khilafah Islamiyah?

Hizbut Tahrir katemu dengan Salafy dan Ikhwanul Muslimin dalam soal formalisasi syariat. Tapi dari segi sistem khilafahnya tidak ketemu. Sebab khilafah Islamiyah itu dianggap utopia. Misalnya bagaimana dengannya sistem Syuronya, apakah meniru sistem Turki Utsmani yang diktator atau Umayah, itu masih problem. Tapi bagi Hizbut Tahrir yang penting khilafah Islamiyah.


Apa saja program Hizbut Tahrir?

Mereka sampai kini punya konstitusi yang terdiri dari 187 pasal. Dalam konstitusi ini ada program-program jangka pendek. Yaitu dalam jangka 13 tahun, menurut Taqiuddin, sejak berdiri 1953, Negara Arab itu sudah harus jadi sistem Islam dan sudah ada khalifah. Taqiuddin juga menarget, setelah 30 tahun dunia Islam sudah harus punya khalifah. Tapi kalau kita hitung sejak tahun 1953 sampai sekarang kan tidak teralisir (he...he...he...). Jadi utopia, tapi mereka masih semangat.


Bagaimana sejarah Hizbut Tahrir ke Indonesia?

Itu melalui orang Libanon. Namanya Abdurrahman Al-Baghdadi. Ia bermukim di Jakarta pada tahun 80-an. Kemudian juga dibawa Mustofa bin Abdullah bin Nuh. Inilah yang mendidik tokoh-tokoh HTI di Indonesia seperti Ismail Yusanto, tokoh-tokoh Hizbut Tahrir sekarang. Tapi sebenarnya diantara mereka ada friksi. Karena tokoh-tokoh HTI yang sekarang merasa dilangkahi oleh Ismail Yusanto ini.



Bagaimana gerakan mereka di Indonesia?

Ini anehnya. Di Indonesia mereka terus terang menganggap Pancasila jahiliah. Nasionalisme bagi mereka jahiliah. Tapi reformasi kan memberi angin kepada kelompok-kelompok ini sehingga dibiarkan saja. Dan tidak ada dialog. Akhirnya mereka memanfaatkan institusi (seolah-olah) “mendukung” pemerintah untuk mempengaruhi MUI (Majelis Ulama Indonesia). Tapi mereka taqiah (menyembunyikan agenda perjuangan aslinya), sebab mereka menganggap Indonesia itu sebenarnya jahiliah. Taqiah itu ideologi Syiah tapi dipakai oleh mereka.


Lalu bagaimana cara Hizbut Tahrir merealisasikan kepentingan politiknya?

Meski bernama partai, Hibut Tahrir, tak bisa ikut pemilu. Hizbut Tahrir membentuk beberapa tahapan dalam menuju pembentukan khilafah Islamiah. Pertama, taqwin asyakhsyiah islamiah, membentuk kepribadian Islam. Mereka pakai sistem wilayah, karena gerakan mereka internasional. Jadi untuk Indonesia wilayah Indonesia. Tapi sekarang pusatnya tak jelas, karena di negaranya sendiri sangat rahasia. Mereka dikejar-kejar karena Hizbut Tahrir ini organisasi terlarang. Tapi mereka sudah ada di London, Austria, di Jerman dan sebagainya.


Siapa tokoh internasionalnya itu?

Nah itu rahasia. Tapi di sini mereka terbuka karena Indonesia memberi peluang. Ada Ismail Yusanto dan sebagainya, jadi bisa muncul di media massa. Nah, dari taqwin syahsyiah islamiah ini bagaimana bisa mengubah ideologi nasionalis menjadi internasionalis Islam. Mereka agresif, jadi terus menyerang. Karena itu orang-orang NU didatangi, termasuk kiai-kiainya didatangi oleh mereka. Kedua, attau’iyah, penyadaran. Ketiga, at-ta’amul ma’al ummah, interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan. Mereka membantu kepentingan-kepentingan. Saya dengar di Surabaya, di Unair dan ITS saja, dalam urunan mereka bisa menghasilkan uang Rp 30 juta tiap bulan. Keempat, harkatut tatsqif, gerakan intelektualisasi. Ini diajari bagaimana menganalisa hubungan internasional, mempelajari kejelekan-kejelekan ideologi kapitalisme. Pokoknya yang ideologi modern itu mereka serang semua. Mereka melontarkan Islam sebagai solusi atau alternatif. Ini beda dengan Ikhwanul Muslimin dan Tarbiah Islamiah yang kemudian menjelma sebagai PKS. Sebab Ikhwanul Muslimin agak fleksibel. Kasus di Syria, di bawah Mustofa as-Syiba’i, ketika ideologi pemerintahannya sosialisme, mereka ikut sosialis. Ia mencari landasan hukum bahwa sosialisme itu benar menurut Islam. Maka Mustofa as-Syiba’i menulis buku Istiroqiyah Islamiah, jadi sosialisme Islam.
 

Tapi Hizbut Tahrir di Indonesia kan pendukung PKS?

Kalau dukungan iya, tapi secara formal mereka tidak. Ya, mungkin ada kesamaan dalam perjuangan yang terbatas.


Lalu tahapan apalagi?

Yang terakhir, at-taqwin daulah islamiah, membentuk Negara Islam. Sarananya apa? Biwasailil jihad, dengan sarana jihad. Jadi bagi negara nasional, gerakan mereka, menurut saya, bahaya. Karena gerakan selanjutnya adalah istilamul hukmi, merebut kekuasaan. Meskipun utopia tapi kalau mereka pakai cara-cara kekerasan, kan berat. Karena mereka didoktrin dan pengikutnya muda-muda semua. Misalnya, mahasiswa semester 2 atau 3. Bahkan santri saya datang ke saya, ia bilang diajak Hizbut Tahrir. Saya persilakan. Tapi saya sendiri pernah diprotes oleh Hizbut Tahrir.


Bahkan gadis cilik ini pun tak luput dari indoktrinasi mereka

Kenapa?

Saya kan pernah bilang, bahwa pendapat ijtihadi Hizbut Tahrir ada yang kontroversial. Misalnya pendapat fiqhnya menyatakan bahwa anggota Hizbut Tahrir itu sebenarnya boleh non-muslim. Ini kan kontroversi. Kemudian, menurut Hizbut Tahrir, perempuan boleh jadi anggota parlemen. Kalau di Arab ini kontroversi. Lalu juga – menurut Hizbut Tahrir – boleh melihat film porno. Kemudian, ini yang menarik, menurut Hizbut Tahrir, boleh mencium perempuan bukan muhrim, baik syahwat maupun tidak syahwat. Begitu juga salaman dengan perempuan, boleh. Tapi mereka (aktivis Hizbut Tahrir) membantah. Waktu di NU Centre, mereka membantah karena saya menyatakan menurut paham Hizbut Tahrir boleh salaman dengan perempuan bukan muhrim. Mereka tanya, masak Hizbut Tahrir membolehkan ciuman dengan cewek bukan muhrim. Padahal setelah saya lihat dalam buku mereka ini (Imam Ghazali Said menunjukkan buku) memang boleh. Berikutnya, perempuan boleh berpakaian celana yang untuk kawasan Timur Tengah dianggap kontroversi. Juga boleh orang kafir menjadi panglima di Negara Islam, bahkan jadi khalifah sekalipun, asal dia taat pada undang-undang Islam. Kemudian juga boleh umat Islam membayar jizyah (pajak) kepada Negara kafir dalam kondisi umat Islam belum kuat.

Respon mereka?

Lha, ini nggak benar, kata mereka. Kata mereka, yang bicara begini ini harus Hizbut Thahrir. Lalu saya bilang, saya kan punya data autentik. Ini tulisan syaikh Anda sendiri, Taqiuddin Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir). Daulah Islamiyah. Saya sebagai guru kan tak boleh bohong. Sekarang mahasiswa tak bisa dibohongi. Mereka bisa akses informasi kemana-mana sehingga kita tak bisa nutup-nutupi. Katanya mereka (aktivis Hizbut Tahrir) mau kesini, mau lihat buku ini. Saya bilang boleh, tapi cukup difoto kopi. Kalau buku ini dibawa jangan, nanti hilang.

Apa kira-kira dasar Hizbut Tahrir membolehkan cium cewek segala itu?

Di sini tak dijelaskan alasannya. Tapi perkiraan saya agar orang Islam dapat dukungan dalam mendirikan khilafah, maka tak boleh terlalu ketat. Tapi menurut saya sampai sekarang belum ada tanda-tanda mereka akan bisa mendirikan khilafah. Karena kalau terlalu ketat mereka tak bisa mendapat dukungan internasional. Padahal mereka orientasinya internasional. Karena itu kampanye mereka sekarang tidak boleh mengkafirkan sesama muslim. Padahal ideologinya mereka kafirkan. Nasionalisme mereka kafirkan.

Pengurus DPD I Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jawa Timur dan DPD II Surabaya kemarin silaturahim ke redaksi HARIAN BANGSA. Mereka mengklarifikasi beberapa pernyataan KH Imam Ghozali Said. Mereka yang kemarin ditemui jajaran redaksi terlibat dialog secara intensif dan gayeng. Beberapa kali terdengar ger-geran. Bagaimana tanggapan mereka? Tunggu saja. Redaksi akan menurunkan tanggapan mereka setelah wawancara dengan Imam Ghazali Said usai.



 


TIGA KELOMPOK ISLAM LIBERAL- MODERAT- RADIKAL 
Penulis: H. Luthfi Bashori [ 18/8/2011 ]

Dalam konteks ke-indonesia-an, umat Islam mengalami berbagai evolusi. Menurut sejarah Indonesia, Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para Ulama dari negeri Gujarat India lewat jalur perdagangan. Jika diteliti lebih lanjut dan ditarik garis ke atas, maka akan ditemukan bahwa para perintis penyebaran Islam di Indonesia ini adalah keturunan dari tokoh-tokoh Ulama yang berasal dari negeri Yaman, tepatnya di tanah Hadramaut. Terbukti, bahwa pemahaman Islam yang mereka sebarkan di Indonesia adalah bermadzhab Sunny Syafi`i, sesuai dengan madzhab yang dianut oleh nenek moyang mereka yang berada di Hadramaut Yaman. Belum lagi banyaknya warga keturunan Hadramaut yang hingga kini mendominasi keberadaan etnis Arab yang tersebar di negeri ini. 


Terjadinya evolusi dalam tubuh umat Islam Indonesia, ditengarai sejak datangnya penjajah Belanda yang ikut menyebarkan agama Nasrani, serta memberi kontribusi perilaku yang tidak sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia, terutama kalangan umat Islamnya. Ringkasnya, pengaruh penjajahan Belanda mencapai 350 tahun mencaplok bumi Indonesia, inilah yang menjadi salah satu faktor utama mengapa umat Islam Indonesia tidak lagi menjadi utuh dalam pemahaman keagamaannya, sebagaimana yang diajarkan oleh para penyebar Islam pertama kali di Indonesi, terutama Walisongo dan para koleganya. 


Kini umat Islam Indonesia telah menganut berbagai madzhab pemikiran, serta perilaku keagamaan, yang semakin hari semakin bermunculanlah hal-hal yang sebelumnya tidak dikenal oleh masyarakat Islam Indonesia. Sebut saja misalnya munculnya paham nasionalis religius, yang mana keberadaan pengikut pamahan ini tiada lain karena terinspirasi dari sikap sekelompok tokoh beragama Islam, namun tetap ingin mempertahankan eksistensinya sebagai orang-orang yang selalu berkiprah dalam perebutan kekuasaa kebangsaan di negeri ini, yang mana dalam menjalani kehidupan sosial kemasyarakatannya tidak bersedia diatur oleh hukum syariat Islam secara utuh. 


Dewasa ini, ada tiga kelompok besar dalam tubuh umat Islam Indonesia: 


KAUM LIBERAL, yaitu kelompok yang tetap mengaku sebagai pemeluk Islam, namun tidak bersedia diikat oleh peraturan syariat agama Islam yang telah baku dan menjadi standar hukum di kalangan masyarakat dunia Islam. Kelompok Liberal ini dalam status penolakannya terhadap syariat Islam bertingkat-tingkat. Adapun yang tergolong kelompok ini antara lain adalah kaum sekuleris, nasionalis, pluralis, dan liberalis. Kelompok ini pada dasarnya adalah lebih menuhankan akal pikiran dan hawa nafsunya dibanding ketaatan dan ketundukannya kepada syariat Islam secara utuh. 


KAUM MODERAT, namun penulis lebih senang mengistilahkan dengan KELOMPOK KONSISTEN, sebagai terjemahan dari istilah ISTIQAMAH, ini jika yang dimaksud adalah umat Islam yang masih konsisten berpegang teguh terhadap ajaran syariat Islam dalm pemahaman Ulama Salaf Ahlussunnah wal jamaah. Karena jika disebut dengan istilah KAUM MODERAT (meminjam istilah panitia Kuliah Jumat, Ponpes Sarang Rembang) dewasa ini, maka akan dipahami oleh masyarakat awam, lebih berorientasi kepada kelompok liberal, karena arti MODERAT, kini sudah bergeser kepada arti kelompok yang dapat menerima hal-hal di luar konteks syariat, termasuk dapat menerima segala macam aliran pemikiran bahkan menerima perilaku dan ritual non muslim. 


Jadi dalam pembahasan kelompok Moderat ini, penulis akan menfokuskan pada istilah kelompok Konsisten. Kelompok Konsisten ini adalah mayoritas umat Islam yang masih mengikuti ajaran syariat yang telah diterima secara estafet dengan panduan kitab yg standar yang diterima secara estafet pula dari para ulama dan orang tua, dari generasi pendahulunya yang lebih tua lagi hingga sampai kepada para pembawa dan penyebar agama Islam yang pertama kali datang ke Indonesia, yaitu para Walisongo dan ulama sejamannya. Kelompok Konsisten ini, selalu berupaya untuk menerapkan syariat Islam secara utuh, namun tetap disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang secara riil dihadapi.
Di saat bergaul dengan masyarakat yang belum mampu menerapkan syariat Islam secara utuh, maka kelompok ini mengambil kebijakan yang sedikit lentur namun tetap mengarahkan masyarakat untuk dapat melaksanakan syariat Islam dengan sempurna. Sebagai ilustrasi, Walisongo dapat berdakwah melalui jalur budaya asli tanah Jawa yang secara kasat mata tidak ada kolerainya dengan pelaksanaan syariat.Namun pada kesempatan lain, para Walisongo tidak segan-segan menghukum mati Syekh Sidi Jenar, yang secara ilmu dhahir atau kasat mata dinilai telah melakukan tindak pidana perbuatan kemurtadan di depan khalayak, dengan pengakuannya semisal AKU ADALAH ALLAH. Para Walisongo ini hanyalah melaksanakan kaedah syariat: Nahnu nahkum bid dhawahir wallahu ya`lamus sarair (kami menghukumi secara dhahir, sedangkan Allah yang mengetahui rahasia yang tersembunyi), serta mengqiaskan dengan hadits: Man baddala diinahu faqtuluuhu (barang siapa yang menggantikan agamanya/murtad, maka bunuhlah). 


Keputusan para Walisongo dalam menghukum mati Syekh Sidi Jenar, adalah upaya melaksanaan syariat Islam secara utuh, tatkala mereka mendapatkan kesempatan yang memungkinkan terhadap pelaku kemurtadan, tentunya sesuai dhahir kaedah syariat. Kelompok Konsisten di masa kini, sudah seharusnya meneladani sikap dan perilaku serta ajaran Walisongo ini. Yaitu, saat menghadapi situasi yang belum memungkinkan melaksanakan syariat semisal terhadp tindak pidana, maka selayaknya dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya. Namun, jika ada kesempatan dan ada kemampuan untuk melaksanakan Amar ma`ruf sekaligus mengamalkan Nahi mungkar dengan arti yang sesungguhnya dan dirasakan dapat membawa kemaslahatan umat, maka sudah sepatutnya kelompok konsisten ini menjalankan kewajiban tersebut, tanpa harus merasa khawatir atau takut dijuluki masyarakat sebagai kelompok garis keras, atau kelompok ekstrim, dll. Sebab, jika benar orang yang melaksanakan syariat nahi mungkar dengan memerangi perilaku tindak pidana, dikategorikan sebagai kelompok garis keras atau ekstrim, maka para Walisongo-lah yang paling tepat mendapat julukan kelompok garis keras maupun ekstrim. Jadi, mengelompokkan kaum Konsisten ke dalam kelompok garis keras, atau ekstrim, atau bahkan radikal, yang akan dibahas pada sesi berikut, menjadi tidak logis dan tidak tepat.  


KAUM RADIKAL. Dalam hal ini, penulis membagi kaum Radikal menjadi dua. Pertama, kaum Radikal dalam pemikiran dan pemhaman. Maksudnya, setiap kelompok Islam yang tidak dapat bertoleransi dengan kelompok Islam lainnya, hanya karena beda organisasi, atau hanya karena perbedaan pemahaman yang bersifat furu` atau khilafiyah furu`iyah, bukan perbedaan yang menyangkut aqidah atau usuluddin atau ketauhidan, maka kelompok ini dinamakan kaum Radikal. Seperti adanya kelompok Wahhabi/Salafi yang senang mengkafirkan kaum muslimin, karena dianggap telah melakukan bid`ah dhalalah, padahal yang dilakukan oleh masyarakat hanyalah sekedar mengundang warga untuk membaca Alquran, shalawat Nabi, dzikir, mendengar ceramah agama, dan memberi sedekah makan, hanya saja dilakukan dalam sebuah rangkaian acara yang disebut TAHLILAN. Jadi, kelompok yang mengkafirkan jama`ah tahlilan inilah yang disebut sebagai kelompok Radikal dalam pemikiran dan pemahaman. 


Kedua kaum Radikal dalam perilaku. Kelompok ini adalah mereka yang melakukan perusakan fisik maupun pembantaian terhadap nyawa orang lain, tanpa mempertimbangkan syarat-syarat yang ditetapkan ole syariat perang. Ada istilah yang memudahkan umat untuk mengenal kelompok ini, yaitu adanya BOM BUNUH DIRI dan BOM SYAHID. Bom bunuh diri yaitu bom yang dilakukan di negara daarul amaan, dengan sasaran membabibuta, menghancurkan fasilitas umum yang diperkenankan oleh syariat semisal halte bis, membunuh wanita dan anak-anak serta orang-orang tua rentah, menumbangkan pepohonan dsb. Bom bunuh diri hukumnya haram dan pelakunya dianggap fasik, namun tidak sampai murtad, karena telah melanggar tata cara syariat peperangan melawan kekafiran. Sedangkan bom syahid dilakukan di negara konflik antar umat Islam melawan orang-orang kafir. Dengan adanya perkembangan teknologi, maka salah satu strategi untuk dapat membalas serangan musuh, yang dewasa ini memiliki peralatan perang yang lebih canggih dari peralatan milik umat Islam, maka sebagian para ulama yang hidup di wilayah konflik telah menfatwakan bolehnya melakukan bom syahid, yang dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah Kamikaze. Pelaku bom syahid tidak dinamaka sebagai kelompok radikal, namun tergolong kelompok Konsisten dalam membela agama Islam.  
- See more at: http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=karya&var=detail&id=29#sthash.sewisSwG.dpuf

TIGA KELOMPOK ISLAM LIBERAL- MODERAT- RADIKAL 
Penulis: H. Luthfi Bashori [ 18/8/2011 ]

Dalam konteks ke-indonesia-an, umat Islam mengalami berbagai evolusi. Menurut sejarah Indonesia, Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para Ulama dari negeri Gujarat India lewat jalur perdagangan. Jika diteliti lebih lanjut dan ditarik garis ke atas, maka akan ditemukan bahwa para perintis penyebaran Islam di Indonesia ini adalah keturunan dari tokoh-tokoh Ulama yang berasal dari negeri Yaman, tepatnya di tanah Hadramaut. Terbukti, bahwa pemahaman Islam yang mereka sebarkan di Indonesia adalah bermadzhab Sunny Syafi`i, sesuai dengan madzhab yang dianut oleh nenek moyang mereka yang berada di Hadramaut Yaman. Belum lagi banyaknya warga keturunan Hadramaut yang hingga kini mendominasi keberadaan etnis Arab yang tersebar di negeri ini. 


Terjadinya evolusi dalam tubuh umat Islam Indonesia, ditengarai sejak datangnya penjajah Belanda yang ikut menyebarkan agama Nasrani, serta memberi kontribusi perilaku yang tidak sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia, terutama kalangan umat Islamnya. Ringkasnya, pengaruh penjajahan Belanda mencapai 350 tahun mencaplok bumi Indonesia, inilah yang menjadi salah satu faktor utama mengapa umat Islam Indonesia tidak lagi menjadi utuh dalam pemahaman keagamaannya, sebagaimana yang diajarkan oleh para penyebar Islam pertama kali di Indonesi, terutama Walisongo dan para koleganya. 


Kini umat Islam Indonesia telah menganut berbagai madzhab pemikiran, serta perilaku keagamaan, yang semakin hari semakin bermunculanlah hal-hal yang sebelumnya tidak dikenal oleh masyarakat Islam Indonesia. Sebut saja misalnya munculnya paham nasionalis religius, yang mana keberadaan pengikut pamahan ini tiada lain karena terinspirasi dari sikap sekelompok tokoh beragama Islam, namun tetap ingin mempertahankan eksistensinya sebagai orang-orang yang selalu berkiprah dalam perebutan kekuasaa kebangsaan di negeri ini, yang mana dalam menjalani kehidupan sosial kemasyarakatannya tidak bersedia diatur oleh hukum syariat Islam secara utuh. 


Dewasa ini, ada tiga kelompok besar dalam tubuh umat Islam Indonesia: 


KAUM LIBERAL, yaitu kelompok yang tetap mengaku sebagai pemeluk Islam, namun tidak bersedia diikat oleh peraturan syariat agama Islam yang telah baku dan menjadi standar hukum di kalangan masyarakat dunia Islam. Kelompok Liberal ini dalam status penolakannya terhadap syariat Islam bertingkat-tingkat. Adapun yang tergolong kelompok ini antara lain adalah kaum sekuleris, nasionalis, pluralis, dan liberalis. Kelompok ini pada dasarnya adalah lebih menuhankan akal pikiran dan hawa nafsunya dibanding ketaatan dan ketundukannya kepada syariat Islam secara utuh. 


KAUM MODERAT, namun penulis lebih senang mengistilahkan dengan KELOMPOK KONSISTEN, sebagai terjemahan dari istilah ISTIQAMAH, ini jika yang dimaksud adalah umat Islam yang masih konsisten berpegang teguh terhadap ajaran syariat Islam dalm pemahaman Ulama Salaf Ahlussunnah wal jamaah. Karena jika disebut dengan istilah KAUM MODERAT (meminjam istilah panitia Kuliah Jumat, Ponpes Sarang Rembang) dewasa ini, maka akan dipahami oleh masyarakat awam, lebih berorientasi kepada kelompok liberal, karena arti MODERAT, kini sudah bergeser kepada arti kelompok yang dapat menerima hal-hal di luar konteks syariat, termasuk dapat menerima segala macam aliran pemikiran bahkan menerima perilaku dan ritual non muslim. 


Jadi dalam pembahasan kelompok Moderat ini, penulis akan menfokuskan pada istilah kelompok Konsisten. Kelompok Konsisten ini adalah mayoritas umat Islam yang masih mengikuti ajaran syariat yang telah diterima secara estafet dengan panduan kitab yg standar yang diterima secara estafet pula dari para ulama dan orang tua, dari generasi pendahulunya yang lebih tua lagi hingga sampai kepada para pembawa dan penyebar agama Islam yang pertama kali datang ke Indonesia, yaitu para Walisongo dan ulama sejamannya. Kelompok Konsisten ini, selalu berupaya untuk menerapkan syariat Islam secara utuh, namun tetap disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang secara riil dihadapi.
Di saat bergaul dengan masyarakat yang belum mampu menerapkan syariat Islam secara utuh, maka kelompok ini mengambil kebijakan yang sedikit lentur namun tetap mengarahkan masyarakat untuk dapat melaksanakan syariat Islam dengan sempurna. Sebagai ilustrasi, Walisongo dapat berdakwah melalui jalur budaya asli tanah Jawa yang secara kasat mata tidak ada kolerainya dengan pelaksanaan syariat.Namun pada kesempatan lain, para Walisongo tidak segan-segan menghukum mati Syekh Sidi Jenar, yang secara ilmu dhahir atau kasat mata dinilai telah melakukan tindak pidana perbuatan kemurtadan di depan khalayak, dengan pengakuannya semisal AKU ADALAH ALLAH. Para Walisongo ini hanyalah melaksanakan kaedah syariat: Nahnu nahkum bid dhawahir wallahu ya`lamus sarair (kami menghukumi secara dhahir, sedangkan Allah yang mengetahui rahasia yang tersembunyi), serta mengqiaskan dengan hadits: Man baddala diinahu faqtuluuhu (barang siapa yang menggantikan agamanya/murtad, maka bunuhlah). 


Keputusan para Walisongo dalam menghukum mati Syekh Sidi Jenar, adalah upaya melaksanaan syariat Islam secara utuh, tatkala mereka mendapatkan kesempatan yang memungkinkan terhadap pelaku kemurtadan, tentunya sesuai dhahir kaedah syariat. Kelompok Konsisten di masa kini, sudah seharusnya meneladani sikap dan perilaku serta ajaran Walisongo ini. Yaitu, saat menghadapi situasi yang belum memungkinkan melaksanakan syariat semisal terhadp tindak pidana, maka selayaknya dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya. Namun, jika ada kesempatan dan ada kemampuan untuk melaksanakan Amar ma`ruf sekaligus mengamalkan Nahi mungkar dengan arti yang sesungguhnya dan dirasakan dapat membawa kemaslahatan umat, maka sudah sepatutnya kelompok konsisten ini menjalankan kewajiban tersebut, tanpa harus merasa khawatir atau takut dijuluki masyarakat sebagai kelompok garis keras, atau kelompok ekstrim, dll. Sebab, jika benar orang yang melaksanakan syariat nahi mungkar dengan memerangi perilaku tindak pidana, dikategorikan sebagai kelompok garis keras atau ekstrim, maka para Walisongo-lah yang paling tepat mendapat julukan kelompok garis keras maupun ekstrim. Jadi, mengelompokkan kaum Konsisten ke dalam kelompok garis keras, atau ekstrim, atau bahkan radikal, yang akan dibahas pada sesi berikut, menjadi tidak logis dan tidak tepat.  


KAUM RADIKAL. Dalam hal ini, penulis membagi kaum Radikal menjadi dua. Pertama, kaum Radikal dalam pemikiran dan pemhaman. Maksudnya, setiap kelompok Islam yang tidak dapat bertoleransi dengan kelompok Islam lainnya, hanya karena beda organisasi, atau hanya karena perbedaan pemahaman yang bersifat furu` atau khilafiyah furu`iyah, bukan perbedaan yang menyangkut aqidah atau usuluddin atau ketauhidan, maka kelompok ini dinamakan kaum Radikal. Seperti adanya kelompok Wahhabi/Salafi yang senang mengkafirkan kaum muslimin, karena dianggap telah melakukan bid`ah dhalalah, padahal yang dilakukan oleh masyarakat hanyalah sekedar mengundang warga untuk membaca Alquran, shalawat Nabi, dzikir, mendengar ceramah agama, dan memberi sedekah makan, hanya saja dilakukan dalam sebuah rangkaian acara yang disebut TAHLILAN. Jadi, kelompok yang mengkafirkan jama`ah tahlilan inilah yang disebut sebagai kelompok Radikal dalam pemikiran dan pemahaman. 


Kedua kaum Radikal dalam perilaku. Kelompok ini adalah mereka yang melakukan perusakan fisik maupun pembantaian terhadap nyawa orang lain, tanpa mempertimbangkan syarat-syarat yang ditetapkan ole syariat perang. Ada istilah yang memudahkan umat untuk mengenal kelompok ini, yaitu adanya BOM BUNUH DIRI dan BOM SYAHID. Bom bunuh diri yaitu bom yang dilakukan di negara daarul amaan, dengan sasaran membabibuta, menghancurkan fasilitas umum yang diperkenankan oleh syariat semisal halte bis, membunuh wanita dan anak-anak serta orang-orang tua rentah, menumbangkan pepohonan dsb. Bom bunuh diri hukumnya haram dan pelakunya dianggap fasik, namun tidak sampai murtad, karena telah melanggar tata cara syariat peperangan melawan kekafiran. Sedangkan bom syahid dilakukan di negara konflik antar umat Islam melawan orang-orang kafir. Dengan adanya perkembangan teknologi, maka salah satu strategi untuk dapat membalas serangan musuh, yang dewasa ini memiliki peralatan perang yang lebih canggih dari peralatan milik umat Islam, maka sebagian para ulama yang hidup di wilayah konflik telah menfatwakan bolehnya melakukan bom syahid, yang dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah Kamikaze. Pelaku bom syahid tidak dinamaka sebagai kelompok radikal, namun tergolong kelompok Konsisten dalam membela agama Islam.  
- See more at: http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=karya&var=detail&id=29#sthash.sewisSwG.dpuf

TIGA KELOMPOK ISLAM LIBERAL- MODERAT- RADIKAL 
Penulis: H. Luthfi Bashori [ 18/8/2011 ]

Dalam konteks ke-indonesia-an, umat Islam mengalami berbagai evolusi. Menurut sejarah Indonesia, Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para Ulama dari negeri Gujarat India lewat jalur perdagangan. Jika diteliti lebih lanjut dan ditarik garis ke atas, maka akan ditemukan bahwa para perintis penyebaran Islam di Indonesia ini adalah keturunan dari tokoh-tokoh Ulama yang berasal dari negeri Yaman, tepatnya di tanah Hadramaut. Terbukti, bahwa pemahaman Islam yang mereka sebarkan di Indonesia adalah bermadzhab Sunny Syafi`i, sesuai dengan madzhab yang dianut oleh nenek moyang mereka yang berada di Hadramaut Yaman. Belum lagi banyaknya warga keturunan Hadramaut yang hingga kini mendominasi keberadaan etnis Arab yang tersebar di negeri ini. 


Terjadinya evolusi dalam tubuh umat Islam Indonesia, ditengarai sejak datangnya penjajah Belanda yang ikut menyebarkan agama Nasrani, serta memberi kontribusi perilaku yang tidak sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia, terutama kalangan umat Islamnya. Ringkasnya, pengaruh penjajahan Belanda mencapai 350 tahun mencaplok bumi Indonesia, inilah yang menjadi salah satu faktor utama mengapa umat Islam Indonesia tidak lagi menjadi utuh dalam pemahaman keagamaannya, sebagaimana yang diajarkan oleh para penyebar Islam pertama kali di Indonesi, terutama Walisongo dan para koleganya. 


Kini umat Islam Indonesia telah menganut berbagai madzhab pemikiran, serta perilaku keagamaan, yang semakin hari semakin bermunculanlah hal-hal yang sebelumnya tidak dikenal oleh masyarakat Islam Indonesia. Sebut saja misalnya munculnya paham nasionalis religius, yang mana keberadaan pengikut pamahan ini tiada lain karena terinspirasi dari sikap sekelompok tokoh beragama Islam, namun tetap ingin mempertahankan eksistensinya sebagai orang-orang yang selalu berkiprah dalam perebutan kekuasaa kebangsaan di negeri ini, yang mana dalam menjalani kehidupan sosial kemasyarakatannya tidak bersedia diatur oleh hukum syariat Islam secara utuh. 


Dewasa ini, ada tiga kelompok besar dalam tubuh umat Islam Indonesia: 


KAUM LIBERAL, yaitu kelompok yang tetap mengaku sebagai pemeluk Islam, namun tidak bersedia diikat oleh peraturan syariat agama Islam yang telah baku dan menjadi standar hukum di kalangan masyarakat dunia Islam. Kelompok Liberal ini dalam status penolakannya terhadap syariat Islam bertingkat-tingkat. Adapun yang tergolong kelompok ini antara lain adalah kaum sekuleris, nasionalis, pluralis, dan liberalis. Kelompok ini pada dasarnya adalah lebih menuhankan akal pikiran dan hawa nafsunya dibanding ketaatan dan ketundukannya kepada syariat Islam secara utuh. 


KAUM MODERAT, namun penulis lebih senang mengistilahkan dengan KELOMPOK KONSISTEN, sebagai terjemahan dari istilah ISTIQAMAH, ini jika yang dimaksud adalah umat Islam yang masih konsisten berpegang teguh terhadap ajaran syariat Islam dalm pemahaman Ulama Salaf Ahlussunnah wal jamaah. Karena jika disebut dengan istilah KAUM MODERAT (meminjam istilah panitia Kuliah Jumat, Ponpes Sarang Rembang) dewasa ini, maka akan dipahami oleh masyarakat awam, lebih berorientasi kepada kelompok liberal, karena arti MODERAT, kini sudah bergeser kepada arti kelompok yang dapat menerima hal-hal di luar konteks syariat, termasuk dapat menerima segala macam aliran pemikiran bahkan menerima perilaku dan ritual non muslim. 


Jadi dalam pembahasan kelompok Moderat ini, penulis akan menfokuskan pada istilah kelompok Konsisten. Kelompok Konsisten ini adalah mayoritas umat Islam yang masih mengikuti ajaran syariat yang telah diterima secara estafet dengan panduan kitab yg standar yang diterima secara estafet pula dari para ulama dan orang tua, dari generasi pendahulunya yang lebih tua lagi hingga sampai kepada para pembawa dan penyebar agama Islam yang pertama kali datang ke Indonesia, yaitu para Walisongo dan ulama sejamannya. Kelompok Konsisten ini, selalu berupaya untuk menerapkan syariat Islam secara utuh, namun tetap disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang secara riil dihadapi.
Di saat bergaul dengan masyarakat yang belum mampu menerapkan syariat Islam secara utuh, maka kelompok ini mengambil kebijakan yang sedikit lentur namun tetap mengarahkan masyarakat untuk dapat melaksanakan syariat Islam dengan sempurna. Sebagai ilustrasi, Walisongo dapat berdakwah melalui jalur budaya asli tanah Jawa yang secara kasat mata tidak ada kolerainya dengan pelaksanaan syariat.Namun pada kesempatan lain, para Walisongo tidak segan-segan menghukum mati Syekh Sidi Jenar, yang secara ilmu dhahir atau kasat mata dinilai telah melakukan tindak pidana perbuatan kemurtadan di depan khalayak, dengan pengakuannya semisal AKU ADALAH ALLAH. Para Walisongo ini hanyalah melaksanakan kaedah syariat: Nahnu nahkum bid dhawahir wallahu ya`lamus sarair (kami menghukumi secara dhahir, sedangkan Allah yang mengetahui rahasia yang tersembunyi), serta mengqiaskan dengan hadits: Man baddala diinahu faqtuluuhu (barang siapa yang menggantikan agamanya/murtad, maka bunuhlah). 


Keputusan para Walisongo dalam menghukum mati Syekh Sidi Jenar, adalah upaya melaksanaan syariat Islam secara utuh, tatkala mereka mendapatkan kesempatan yang memungkinkan terhadap pelaku kemurtadan, tentunya sesuai dhahir kaedah syariat. Kelompok Konsisten di masa kini, sudah seharusnya meneladani sikap dan perilaku serta ajaran Walisongo ini. Yaitu, saat menghadapi situasi yang belum memungkinkan melaksanakan syariat semisal terhadp tindak pidana, maka selayaknya dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya. Namun, jika ada kesempatan dan ada kemampuan untuk melaksanakan Amar ma`ruf sekaligus mengamalkan Nahi mungkar dengan arti yang sesungguhnya dan dirasakan dapat membawa kemaslahatan umat, maka sudah sepatutnya kelompok konsisten ini menjalankan kewajiban tersebut, tanpa harus merasa khawatir atau takut dijuluki masyarakat sebagai kelompok garis keras, atau kelompok ekstrim, dll. Sebab, jika benar orang yang melaksanakan syariat nahi mungkar dengan memerangi perilaku tindak pidana, dikategorikan sebagai kelompok garis keras atau ekstrim, maka para Walisongo-lah yang paling tepat mendapat julukan kelompok garis keras maupun ekstrim. Jadi, mengelompokkan kaum Konsisten ke dalam kelompok garis keras, atau ekstrim, atau bahkan radikal, yang akan dibahas pada sesi berikut, menjadi tidak logis dan tidak tepat.  


KAUM RADIKAL. Dalam hal ini, penulis membagi kaum Radikal menjadi dua. Pertama, kaum Radikal dalam pemikiran dan pemhaman. Maksudnya, setiap kelompok Islam yang tidak dapat bertoleransi dengan kelompok Islam lainnya, hanya karena beda organisasi, atau hanya karena perbedaan pemahaman yang bersifat furu` atau khilafiyah furu`iyah, bukan perbedaan yang menyangkut aqidah atau usuluddin atau ketauhidan, maka kelompok ini dinamakan kaum Radikal. Seperti adanya kelompok Wahhabi/Salafi yang senang mengkafirkan kaum muslimin, karena dianggap telah melakukan bid`ah dhalalah, padahal yang dilakukan oleh masyarakat hanyalah sekedar mengundang warga untuk membaca Alquran, shalawat Nabi, dzikir, mendengar ceramah agama, dan memberi sedekah makan, hanya saja dilakukan dalam sebuah rangkaian acara yang disebut TAHLILAN. Jadi, kelompok yang mengkafirkan jama`ah tahlilan inilah yang disebut sebagai kelompok Radikal dalam pemikiran dan pemahaman. 


Kedua kaum Radikal dalam perilaku. Kelompok ini adalah mereka yang melakukan perusakan fisik maupun pembantaian terhadap nyawa orang lain, tanpa mempertimbangkan syarat-syarat yang ditetapkan ole syariat perang. Ada istilah yang memudahkan umat untuk mengenal kelompok ini, yaitu adanya BOM BUNUH DIRI dan BOM SYAHID. Bom bunuh diri yaitu bom yang dilakukan di negara daarul amaan, dengan sasaran membabibuta, menghancurkan fasilitas umum yang diperkenankan oleh syariat semisal halte bis, membunuh wanita dan anak-anak serta orang-orang tua rentah, menumbangkan pepohonan dsb. Bom bunuh diri hukumnya haram dan pelakunya dianggap fasik, namun tidak sampai murtad, karena telah melanggar tata cara syariat peperangan melawan kekafiran. Sedangkan bom syahid dilakukan di negara konflik antar umat Islam melawan orang-orang kafir. Dengan adanya perkembangan teknologi, maka salah satu strategi untuk dapat membalas serangan musuh, yang dewasa ini memiliki peralatan perang yang lebih canggih dari peralatan milik umat Islam, maka sebagian para ulama yang hidup di wilayah konflik telah menfatwakan bolehnya melakukan bom syahid, yang dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah Kamikaze. Pelaku bom syahid tidak dinamaka sebagai kelompok radikal, namun tergolong kelompok Konsisten dalam membela agama Islam.  
- See more at: http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=karya&var=detail&id=29#sthash.sewisSwG.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar