73_Aliran Akhir Zaman

73_Aliran Akhir Zaman

Rabu, 20 Januari 2016

HADIS TERPECAHNYA UMAT ISLAM MENJADI 73 GOLONGAN

 
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perpecahan di dalam tubuh umat Islam adalah sesuatu yang tidak terhindarkan, tetapi yang perlu diingat adalah, orang sering kali tidak tahu sebab-sebab terjadinya perpecahan. Di kalangan umat Islam sekarang ini terkadang terjadi perpecahan dalam hal-hal yang sebenarnya tidak boleh terjadi. Kita sering berpendapat, bahwa menghidari perpecahan dan membendung bahayanya sebelum hal itu terjadi jauh lebih baik daripada pengobatan setelah terjadi. Memang pendapat ini merupakan ijma’ yang disepakati. Namun sebaiknya kita mengerti bahwa menjaga dari perpecahan caranya adalah dengan jalan menghindari penyebabnya. Ada beberapa masalah lain yang bisa menjadi faktor terhindarnya perpecahan, yaitu dalam bentuk umum maupun khusus. Sebab-sebab umunya adalah: Berpegang teguh pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw.[1] Dengan memahami petunjuk Nabi saw dan berpegang teguh kepadanya, insya Allah akan mendapat petunjuk dan mengetahui agamanya. Oleh karena itu akan terjauhkan dari perpecahan dan pertentangan yang menuju pada perpecahan atau terjerumus ke dalamnya tanpa disadari. Sementara sebab khusus yang dapat menjaga dari perpecahan adalah megikuti jalan Salafush Shalih, yaitu sahabat, tabi’in, dan imam agama dari kalangan Ahlu Sunnah wal Jama’ah[2]. Perpecahan politik dan aliran pemikiran antara kaum muslimin terjadi karena perbedaan tentang masalah khilafah, hal ini dimulai setelah wafatnya Ali Bin Abi Thalib yang telah mengakibatkan barisan kaum muslimin terpecah menjadi tiga kelompok: 1. Syiah, yaitu orang yang sangat fanatik dengan Ali bin Abi Thalib. Mereka menganggap khilafah hanya untuk Ali dan keturunannya sehingga urusan khilafah menurut mereka sama dengan warisan dari Nabi saw dan bukan dengan cara baiat. 2. Khawarij, yaitu orang yang kecewa dengan adanya proses tahkim (perdamaian)pada zaman khalifah Muawiyah lalu mereka mengkafirkan Ali dan Muawiyah, dan mayoritas mereka berpendapat wajib melantik seorang khalifah taat agama, adil mutlak, tegas dan keras, dan tidak harus dari suku Quraisy atau keturunan Arab. 3. Jumhur kaum muslimin (Ahlu Sunnah wal jama’ah), yaitu kaum moderat yang memiliki sifat adil dan tidak radikal. Mereka berpendapat bahwa khalifah harus dari suku Quraisy, namun mereka dipilih oleh kaum muslimin dengan cara bai’at. Perbedaan politik ini telah memberikan pengaruh yan besar terhadap perjalanan aliran fiqh yang berkembang pada zaman berikutnya.[3] Pembincangan mengenai perpecahan umat itu juga bermula dari hadis Nabi Muhammad saw tentang terjadinya perpecahan di tengah umat ini, di antaranya adalah hadis iftiraq:

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً ، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً ، وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً. 

Artiya: Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda: Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan. Hadis megenai perpecahan umat tersebut merupakan hadis yang populer dan masyhur karena banyak yang meriwayatkan, namun yang menarik dari hadis di atas adalah karena hadis tersebut tidak diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab shohihainnya. Di dalam hadis tersebut juga terdapat masalah, yaitu masalah penilaian perpecahan umat menjadi lebih banyak dari perpecahan Yahudi dan Nasrani dari satu segi, dan bahwa firqah-firqah ini seluruhnya binasa dan masuk neraka kecuali hanya satu saja. Ini akan membuka pintu bagi klaim-klaim setiap firqh bahwa dialah firqah yang benar, sementara yang lain binasa. Hal ini tentunya akan memecah belah umat, mendorong mereka untuk saling cela satu sama lain, sehinnga akan melemahkan umat secara keseluruhan dan memperkuat musuhnya. Oleh karena itu, Ibnu Waziir mencurigai hadits ini secara umum terutama pada tambahannya itu. Karena, hal itu akan membuat kepada penyesatan umat satu sama lain, bahkan membuat mereka saling mengkafirkan.[4] Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian untuk memahami secara mendalam terhadap hadis tersebut sangat diperlukan untuk menghindari kesalah pahaman di antara umat Islam. Salah satu sebab perbedaan pendapat yang akhirnya berujung kepada perpecahan itu adalah karena tidak mampu memahami permasalahan secara menyeluruh, yang satu memahaminya melalui satu sisi dan yang lain melalui sisi yang lain pula, demikian juga orang yang ketiga memahaminya dari sisi selain yang dipahami oleh orang pertama dan kedua.[5] Ahli hikmah mengatakan: “Sesungguhnya kebenaran tidak akan dicapai oleh manusia dalam semua aspeknya dan mereka juga tidak akan salam dalam segala bentuknya, tetapi sebagian mereka mencapai sebagian kebenaran dan yang lain mencapai aspek kebenaran yang lain.”Mereka mengumpamakan hal itu dengan sekelompok orang buta yang memegang seekor gajah besar. Setiap orang akan mensifatinya (gajah) seperti bagian yang dipegang dan terlintas dalam fikiran masing-masing. Bagi orang yang memegang kaki gajah ia akan mengatakan bahwa gajah adalah hewan yang bentuknya seperti pohon kurma yang tinggi dan bulat. Dan orang yang memegang punggung gajah mengatakan bahwa gajah itu bentuknya seperti bukit yang tinggi atau tanah yang menggunung. Begitulah masing-masing memberikan ciri-ciri gajah dengan apa yang mereka sentuh. Dalam satu segi ia benar, tapi jika ia mengklaim yang lain berbohong dan tidak benar, maka ia telah melakukan kesalahan.[6] Sesungguhnya berbeda dengan orang lain bukanlah suatu kesalahan, apalagi kejahatan, namun sebaliknya sangat diperlukan. Tentunya, berbeda dengan pengertian ini bukan asal berbeda atau (waton sulaya). Perbedaan harus dipandang sebagai suatu realitas sosial yang fundamental, yang harus dihargai dan dijamin pertumbuhannya oleh masyarakat itu sendiri.[7] Kaitannya dengan penjelasan ini, al-Qur’an surah al-Hujurat ayat 13 menegaskan:

 يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْد اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ. 
Artinya: Hai sekalian manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan kami jadikan kau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah yang lebih taqwa di antara kamu. Ayat al-Qur’an ini sesungguhnya mengajarkan kepada manusia untuk saling mengerti dan memahami. Itu artinya, karena Allah swt sengaja menciptakan perbedaan di antara umat manusia, maka manusia diperintahkan untuk saling menjaga situasi fisik dan batin sesamanya agar tak terlukai dan melukai satu sama lain oleh sebab perbedaan yang ada. Pada akhirnya, tinggi rendahnya manusia dihadapan Tuhan tidak ditentukan oleh fakta perbedaan yang melekat pada dirinya, tetapi oleh kadar ketaqwaannya. Itulah sesungguhnya prestasi gemilang manusia di hadapan sesama dan Tuhannya. Kata iman dan taqwa merupakan suatu prestasi tersendiri bagi manusia. Seakan Tuhan berkata, “Hai manusia, kalian semua sama di hadapanku, kecuali prestasimu”. Prestasi di sini adalah prestasi sosial dan prestasi spiritual di hadapannya.[8] Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sumber ajaran Islam adalah al-Qur’an dan hadis. Keduanya memiliki peranan yang penting dalam kehidupan umat Islam. Walaupun terdapat perbedaan pendapat dari segi penafsiran dan aplikasi, namun setidaknya ulama sepakat bahwa keduanya dijadikan rujukan. Ajaran Islam mengambil dan menjadikan pedoman utamanya dari keduanya. Oleh karena itu, kajian- kajian terhadapnya tak akan pernah keruh bahkan terus berjalan dan berkembang seiring dengan kebutuhan umat islam. Melalui terobosan-terobosan baru, kajian ini akan terus mewarnai khasanah perkembangan studi keislaman dalam pentas sejarah umat Islam.[9] Dalam sejarah dan bahkan saat ini, ada sekelompok kecil orang-orang yang mengaku diri mereka sebagai orang Islam, tetapi mereka menolak hadis atau sunnah Nabi saw. Mereka dikenal sebagai orang-orang yang berfaham inkarus-sunnah. Cukup banyak alasan mereka menolak hadis Nabi saw sebagai sumber ajaran Islam. Dengan meyakini bahwa hadis Nabi merupakan bagian dari sumber ajaran Islam, maka penelitian hadis khususnya hadis ahad sangat penting. Penelitian itu dilakukan untuk menghindarkan diri dari pemakaian dalil-dalil hadis yang tidak dapat dipertanggung jawabkan sebagai sesuatu yang berasal dari Rasulullah saw. Sekiranya hadis Nabi hanya berstatus sebagai data sejarah belaka, niscaya penelitian hadis tidaklah begitu penting. Hal ini tampak jelas pada sikap ulama ahli kritik hadis dalam berbagai kitab sejarah yang termuat dalam kitab-kitab sejarah (siratun-Nabi). Kritik yang diajukan ulama hadis terhadap apa yang termuat dalam berbagai kitab-kitab sejarah tidaklah seketat kritik yang mereka ajukan kepada berbagai hadis yang termuat dala kitab-kitab hadis, khususnya yang berkaitan erat dengan pokok-pokok ajaran Islam.[10] Agak sulit kita bayangkan, jika tanpa “campur tangan: Hadis, al-Qur’an, khususnya yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum dapat dipahami dan diaktualisasikan dalam amaliah praktis kaum muslimin. Karena itulah Hadis mejadi sumber utama bagi kaum Muslimin setelah al-Qur’an, sebagai juklak hukum dan ajaran-ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an. Oleh Karena itu pula kiranya perhatian yang diberikan umat Islam begitu besar terhadap hadis sejalan dengan perhatian mereka terhadap al-Qur’an.[11] Perbedaan dan perpecahan tentu tidak bisa kita hindari karena berbagai sebab, akan tetapi jangan sampai perbedaan tersebut memicu untuk saling merendahkan satu sama lain dan hanya menganggap kelompoknya yang paling benar dan menyalahkan kelompok lain atau bahkan mengkafirkannya. Oleh karena itu, sangat diperlukan perhatian kita mengenai hal ini untuk mengetahui bagaimana solusinya dan salah satu solusinya adalah dengan meneliti hadits tentang perpecahan ummat Islam menjadi 73 golongan mulai dari sanad, matan, dan pendapat ulama mengenai hadis tersebut. Dari penelitian hadis tersebut, maka kita akan mengetahui kehujjahan hadis terpecahnya umat Rasulullah menjadi 73 golongan dan tidak memahaminya secara parsial atau setengah-setengah. B. Rumusan Masalah Dari pemaparan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. 1. Bagaimana kualitas hadis Riwayat Abu Hurairah tentang terpecahnya umat Rasulullahmenjadi 73 golongan? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan: 1. Untuk mengetahui validitas, kualitas, dan kehujjahan hadits tentang terpecahnya umat Islam menjadi 73 golongan. Keguanaan: 1. Sebagai upaya untuk mengembangkan pengetahuan khususnya dalam bidang pemahaman terhadap hadits Nabi saw. 2. Dalam bidang akademik, penelitian ini digunakan sebagai syarat kelulusan PUTM (Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah) D. Tinjauan Pustaka Pembahasan mengenai hadis terpecahnya umat Islam menjadi 73 golongan bukanlah hal yang baru, sepanjang pengetahuan penulis sudah ada yang pernah membahasnya, baik secara umum, menerima, maupun yang menolak kehujjahan hadis tersebut. Namun, sepanjang pengetahuan penulis belum ada yang membahasnya dalam bentuk skripsi ataupun disertasi. Pembahasan mengenai hadis sangat sedikit ditulis dalam bentuk buku, meskipun ada kebanyakan mereka hanya menulis beberapa lembar saja dalam bukunya. Masalah iftirūq sudah pernah dibahas oleh Dr. Naser Abdul Karim al-Aql dengan judul perpecahan umat Islam.Di dalam buku ini hanya membahas iftiraq secara umum tanpa adanya penjelasan yang mendalam mengenai hadis tersebut kecuali hanya sedikit saja dengan memberikan pernyataan mengenai kualitasnya[12] Masalah ini pernah dibahas oleh di dalam kitab Fatwa-fatwa kontemporer karya Dr. Yusuf al-Qaradawi. Di dalam salah satu permasalahan yang dijawab di dalamnya yakni mengenai hadis iftiraq tersebut. Pembahasannya ini juga dengan yang terdapat dalam kitabnya yang lain yang berjudul “Gerakan Islam Antara Perbedaan Yang Diperbolehkan Dan Perpecahan Yang Dilarang”.[13] Dari keterangan beberapa buku di atas, dapat diketahui bahwa pembahasan hadis tentang terpecahnya umat Islam menjadi 73 golongan secara mendalam belum ada. Oleh karena itu, penelitian dalam risalah ini akan lebih menekankan pada segi kehujjahan hadis mulai dari sanad, matan, maupun perbandingan pendapat ulama mengenai hadis tersebut. Dengan tanpa mengurangi arti pentingnya--buku buku di atas—belumlah cukup memadai dalam penelitian penulis, walaupun penulis sendiri mengakui bahwa masing-masing dari buku-buku tersebut saling melengkapi dalam memberikan masukan-masukan dalam penelitian ini. E. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat library research atau penelitian kepustakaan dengan cara mengumpulkan semua sumber-sumber data dari bahan-bahan tertulis dalam bentuk kitab, buku, dan lain-lainnya yang relevan dengan dengan topik penelitian dan menggunakan sumber-sumber tersebut sebagai bahan penelitian. Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan kajian kepustakaan murni yakni pengumpulan data baik primer maupu sekunder. Adapun data primer yang penulis pergunakan dalam penelitian ini adalah beberapa kitab hadis dan ilmu-ilmu yang terkait dengan hadis antara lain: Sunan Ibnu Majah, Sunan Abu Daud, Sunan al-Tirmidzi, Sahih Ibnu Hibban, Mustadrak al-Hakim, Musnad Ahmad bin Hanbal, Sunan al-Kubra li al-Baihaqi, kitab-kitab syarah dan lain-lainnya. Sebagai langkah awalnya adalah dengan menggunakan aplikasi pencarian al-Maktabah a-Syamilah yang di dalamnya terkumpul banyak kitab-kitab yang terkait dengan penelitian. 2. Analisi Data. Data-data yang diperoleh dari penelitian kepustakann adalah data yang masih mentah, maka perlu diadakan analisa lebih mendalam terhadap data-data tersebut, yaitu menganalisa kandungan matan dan susunan lafad matan hadis yang semakna. Untuk membantu analisa tersebut diperlukan suatu langkah yang dapat yang dapat mempermudah proses penelitian ini, yaitu mengumpulkan beberapa hadis yang berkaitan dengan tema yang diteliti secara tematik sehingga dapat ditelusuri lebih lanjut pemaknaan terhadap hadis yang dimaksud. Dalam mengelola data, penulis mengacu pada matodologi yang ditawarkan oleh Muhammad Syuhudi Ismail[14] yang mencakup penelitian kualitas sanad dan kualitas matan hadis. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut: a. Takhrij al-Hadis yang meliputi. b. Penelitian Sanad c. Penelitian matan: di antaranya meliputi: Kajian Leksikal, yaitu menelaah beberapa terminologi yang terdapat di dalam teks hadis tersebut dengan merujuk kepada beberapa literatur seperti kamus dan buku yang terkait. Kajian Konfirmatif, yaitu analisa terhadap wilayah makna yang terkandung dalam teks dengan konsentrasi: Apakah hadis tersebut: 1) Tidak bertentangan dengan akal sehat; 2) Tidak bertentangan dengan al-Qur’an; 3) Tidak bertentangan dengan hadis mutawatir; 4) Tidak bertentangan dengan dalil yang sudah pasti; 5) Tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualits ke sahihannya lebih kuat. F. Sistematika Pembahasan Guna mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, maka sistematika pembahasan akan disusun sebagai berikut: Bab I, bab ini meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Uraian dalam bab ini akan memberikan kemudahan dan sebagai gambaran ringkasan mempelajari risalah ini. Bab II, di sini penulis memaparkan mengenai tinjauan umum perpecahan umat yang terdiri dari dua sub bab yaitu pertama: pengertian iftirāq (perpecahan) serta perbedaannya dengan ikhtilāf dan kedua: Sejarah Iftirāq. Bab III, dalam bab ini penulis memebagi kepada tiga sub bab yaitu pertama: takhīrj hadis dan i’tibar beserta memaparkan tek-teks hadis tentang perpecahan umat, kedua: analisis kualitas sanad beserta pendapat ulama mengenai hadis tersebut. Bab IV, di sini penulis melakukan analisis terhadap kualitas matan hadis. Bab V, ini merupakan bab bagian terakhir penelitian ini yang berisi kesimpulan, saran-saran, dan kata penutup dari pembahasan-pambahasan sebelumnya. [1] DR.Naser Abdulkarim al-Aql, Perpecahan Umat Islam, alih bahasa A. Adzkia Hanifa, cet. Ke-1 (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994).7-8. [2] Ibid [3] Dr.Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, alih bahasa, Dr. Nadirsyah Hawari, M.A (Jakarta: Amzah, 2009) , hlm 78. [4]Dr. Yusuf Qaradawi, Fatwa-Fatwa kontemporer , alih bahasa Abdul Hayyie, Al-Kattani, Masturi, Irham, Ahmad Ikhwani, Atik Fikri Ilyas, cet. Ke-III (Depok: Gema Insani, 2008), hlm. 118. [5] Syaikh Thanthawi, Debat Islam Versus Kafir, alih bahasa Ahmad Zamroni, Lc dan Abdul Hafidz bin Zaid, Lc (Jakarta: Mustaqim, 2001), hlm. 20. [6] Ibid, hlm. 20-21. [7] Musa Asy’arie, Dialektika Agama untuk Pembebasan Spritual, (Yogyakarta: Lesfi, 2002), lihat khusus pada bagiab pluralitas. [8] Lihat Andy Dermawan, Ibda’ Binafsika: Mengapa Dakwah Partisipatoris, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007), cetakan ke-2. [9] Dr. Suryadi, M.Aq, Drs, Agung Danarto,M.Ag, dan M. Al Fatih Suryadilaga, M.Ag, Metodologi Penelitian Hadis (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2006), hlm. 1. [10] Syuhudi Ismail, Metode Peneliian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), hlm. 11-10. [11] Prof.Dr.H.Hasanuddin AF,MA, “Hadis Sebagai Sumber Islam,” Al-Insan, Vol. II (tanggal 2005), hlm. 23. [12] DR.Naser Abdulkarim al-Aql, Perpecahan Umat Islam, alih bahasa A. Adzkia Hanifa, cet. Ke-1 (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994). [13] Dr. Yusuf Qaradawi, Fatwa-Fatwa kontemporer , alih bahasa Abdul Hayyie, Al-Kattani, Masturi, Irham, Ahmad Ikhwani, Atik Fikri Ilyas, cet. Ke-III (Depok: Gema Insani, 2008) [14] M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2007)

Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu

Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar