Oleh Shofwan Karim[2]
I
Mukaddimah. Radikalisme menjadi trending topic sejak satu dekade belakangan. Suku kata ini didahului oleh trending terrorism yang dinisbatkan kepada al-Qaedah[3]. Terma Barat “war on terror” Perang Melawan Teror (WOT), juga dikenal sebagai Perang Global Terorisme (GWOT),[4]
mengacu pada kampanye militer internasional yang dimulai setelah
serangan 11 September 2001 teroris di Amerika Serikat pasca hancurnya
Gedung WTC di New York.[5]
Bersama wafatnya Osama Ben Laden, trending beralih ke radikalisme. Ketika ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria)
yang dianggap pecahan dari gerakan al-Qaedah menyimpang dari
khittahnya, berdiri sendiri sebagai garis perjuangan mereka yang baru.
Sekarang ISIS[6] menjadi momok bukan saja di
Timur Tengah tetapi ke seluruh dunia. Momok itu berkelindan dengan mata
rantai berikutnya dengan dideklarasikannya ISIL menjadi Islamic State
(IS) kekhalifahan Islam global. Mereka berambisi mengembangkannya ke
seluruh penjuru bumi. Dan Indonesia, sebagai mayoritas warga berpenduduk
Muslim dengan segala kekuatan dan kerentanannya harus waspada. Lebih
dari itu, perlu diberikan serum penangkal terutama di kalangan generasi
muda.
Wacana berikut merupakan deskripsi dan analisis terbatas. Pemahaman
semantik kata radikal dalam filsafat pemikiran dan radikal dalam makna
aktual gerakan. Apa kaitan radikalisme khilafah Islamiyah dan beberapa
konseptualisasi salafisme-wahabisme merupakaan deskripsi dan analisis
berikutnya. Kemudian apa hubungannya dengan Parpol Islam serta bagaimana
peranannya di dalam menghindari radikalisme dalam aura dan bingkai
ukhuwah rangka keislaman dan kebangsaan merupakan bagian akhir dari
diskursus ini.
II
Radikal Pemikiran dan Gerakan. Secara semantik,[7] kata adjective radic
(akar) atau radikal dapat diartikan berfikir secara mendasar sampai ke
akar-akarnya. Berfikir sampai kepada hal yang menjadi prinsip utama urat
tunggang dari pohon persoalan. Sikap itu diformulasikan kepada
perubahan yang drastik dan revolusioner. Sikap yang amat keras menuntut
perubahan. Terutama undang-undang dan pemerintahan. Radikalisme juga
berarti maju tanpa peduli alam sekitar dalam berpikir dan bertindak.
Di dalam keseharian kita, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), radikal artinya secara mendasar, sampai kepada hal-hal yang
prinsip. Perubahan yang radikal artinya membongkar sesuatu yang mapan
sampai ke urat tunggang dan akar-akarnya lalu menanam hal-hal yang baru,
yang bahkan bertentangan dengan yang lama. Bila telah menyangkut aksi
atau tindakan maka makna sinonimnya adalah ekstrem, militant, melampaui
batas atau melewati garis kesabaran dan toleransi, revolusioner, lebih
dari itu juga disebut subversive .
Ada kebiasaan para analis memasangkan, sebelum kata radikalisme itu
dengan fundamentalisme. Sehingga sering ditarik dalam satu nafas sebagai
fundamentalisme-radikalisme.[8] Fundamentalisme
adalah gerakan dalam agama Protestan Amerika yang menekankan kebenaran
Bible bukan hanya dalam masalah kepercayaan dan moral, tetapi juga
sebagai catatan sejarah tertulis dan kenabian; misalnya tentang
kejadian, kelahiran Kristus dari ibu yang perawan dan sebagainya (Rifyal
Ka’bah, 1984).[9]
Dalam kalimat lain, fundamentalisme adalah memelihara interpretasi
literal tradisi kepercayaan dalam agama Kristen yang berlawanan dengan
ajaran yang lebih moderen (AS Hornby, 1987). [10]
Akan tetapi, hal yang terjadi pada Protestan itu terjadi juga pada
Katholik, juga Yahudi, Hindu, Budha dan bahkan terdapat hal yang sama
pada penganut ideologi ultra-kiri, ultra-kanan, ultra nasionalis seperti
Nazisme baru yang marak pada beberapa negara di Eropa. Fenomena itu
terjadi sejak 1970-an bahkan sampai sekarang di hampir seantero dunia,
lintas kepercayaan dan agama. Kasus Rohingya, Boko Haram dan Charlie
Hebdo[11], sebagai yang paling akhir.
Oleh karena media dan diskursus dunia dikuasai Barat, maka wacana
fundamentalisme yang menekankan hal-hal mendasar serta berkaitan dengan
akar masalah sangat dalam, maka fundamentalisme-radikalisme, sudah salah
kaprah dilekatkan oleh mereka kepada pemikiran dan gerakan yang
berlabel Islam seperti saat ini.
Tentu saja kalau hanya bersifat ucapan dan paham atau bahkan tulisan
maka hal itu dapat disebut sebagai fundamentalisme-radikalisme
pemikiran. Pemikiran yang bertolak dari segala sesuatu yang paling
mendasar dan original (murni), asasi atau asli.
Untuk yang terakhir ini, dapat disebut sebagai pemurnian atau
purifikasi pemikiran. Dari sinilah kaitannya, orang senang mengatakan
radikalisme juga kadang-kadang dikaitkan konsepsi salafi. Oleh karena
kaum salafi, menekankan hal-hal yang berhubungan dengan urat tunggang
dalam kehidupan agama dan sosial yang mendasarkan kehidupan atas
kemurnian dan kesucian akidah.
Maka kaum salafi merupakan golongan yang sangat menjaga hal-hal yang
prinsipil dan paling dalam terhunjam di dalam rekayasa bangunan
kehidupan keagamaan, social-kemasyarakatan, paham kenegaraan dan
pemerintahan . Dengan begitu kaum salafi menjunjung tinggi hal-hal
prinsip itu, bahkan menjadi ideologi yang kokoh.
Apabila hal itu mengkristal menghunjam ke dalam aliran darah dan urat
nadi kehidupan, perjuangan dan gerakan, maka menjadilah ia sebagai
paham salaf yang disebut salafisme. Salafisme mengambil namanya dari
salaf. Istilah yang berarti "pendahulu", "nenek moyang" atau suatu
identifikasi kepada generasi awal Islam. Kaum salaf menjadi “role
model” sebagai lambang praktik Islam yang super jenuin.
Sebuah hadits Nabi Muhamad Rasulullah saw, mengatakan "orang-orang
dari generasi saya sendiri adalah yang terbaik, begitu pula para sahabat
dan berikutnya orang-orang yang datang setelah mereka, dan kemudian
orang-orang dari generasi berikutnya, ". Adalah sebuah seruan yang amat
mulia bagi umat Islam untuk mengikuti contoh mereka tiga generasi
pertama, yang dikenal secara kolektif sebagai salaf atau "pendahulu yang
saleh" (as-salaf as-Saleh). Mereka yang dimaksud termasuk Nabi Muhammad
Rasulullah saw. sendiri, para sahabat (shahabat), yang pengikut (tabi'in) dan pengikut dari pengikut (tabi 'al-tabi'in).
Prinsip salafi itu, dihormati oleh kalangan ortodoksi[12]
Islam dan oleh para teolog Sunni sejak generasi Muslim kelima atau
sebelumnya yang telah menggunakan apa yang mereka lakukan pada masa awal
Islam tadi menjadi contoh bagi mereka untuk memahami teks-teks dan
ajaran Islam. Kadang-kadang juga untuk membedakan keyakinan kaum
muslimin pertama dari variasi berikutnya di dalam keyakinan dan
penggunaan metodologi untuk menentang bid’ah (mengada-ada tanpa dasar)
agama dan sebaliknya, untuk mempertahankan pandangan dan praktek
tertentu.
Kaum Salafi percaya bahwa Al-Qur'an, Hadits dan konsensus (ijma) atau
kesepakatan yang disetujui para ulama bersama dengan pemahaman salaf
merupakan pandu utama jalan kehidupan. Tidak perlu yang lain, dan cukup
itu saja bagi setiap warga dan masyarakat Muslim.
Di dalam konsepsi dakwah, Salafi adalah metodologi dan bukan mazhab
fikih (yurisprudensi) . Kadang-kadang hal itu dapat bercampur-baur dan
mungkin pula terjadi salah paham. Dengan demikian secara metodologis,
Salafi dapat berasal dari pengikut Mazhab Maliki, Syafi'i, Hanbali dan
Hanafi. Semuanya digolongkan kepada pemikiran Fikih Sunni.
Untuk memahami dengan baik tentang Al-Qur'an atau Hadits, mereka
mendukung keterlibatan ulama untuk berijtihad. Tentu saja syarat
berijtihad yang terpenuhi. Ini merupakan cara untuk menghindari kebekuan
(jumud)dan taklid buta. Khusus untuk akidah, keyakinan dan
pandangan teologis, pengikut salafi semata-mata mengikuti apa yang
dipahami sunnah shahihah tanpa terbawa kepada dialektika ilmu kalam dan semua bentuk filsafat yang dianggap sepekulatif.
Ajaran salafi menganggap tawassul sebagai syirik, termasuk
bertawassul dengan tokoh agama dan para ulama. Begitu pula memuja
kuburan termasuk memuja kuburan Nabi dan orang-orang yang dianggap suci.
Mengunakan azimat (jimat) apalagi batu akik yang punya kekuatan magis
adalah syirik. Mempertahankan praktik-praktik itu semua dianggap bid’ah
(mengada-ada atau inovasi sesat). Semua itu termasuk politeisme atau
syirik. Tidak satupun dari praktik itu yang dibolehkan di kalangan
salafi
Dari sinilah kalangan lain menganggap apa yang menjadi ajaran kaum
al-Muwahhidun (kalangan penganut tauhid) yang dipelopori Muhammad Ibnu
Abdul Wahab (1703-1787), kini dianggap salafi modern, hidup kembali.
Padahal, sebagai penganut akidah murni Islam, apa yang menjadi doktrin
al-Muwahhidun itu merupakan pendapat jumhur ulama. Harun Nasution
(1921-1997) mensitir Muhammad Ibnu Abdul Wahab memusatkan perhatiannya
kepada hal akidah murni itu. [13]
Lebih dari itu yang menjadi ideologi mereka bahwa mereka percaya
bahwa gradasi dan kualifikasi Islam menjadi turun, setelah generasi awal
karena inovasi-sesat agama dan meninggalkan apa yang mereka anggap
sebagai ajaran Islam yang murni. Mereka percaya bahwa kebangkitan Islam
hanya akan dapat sukses kalau kembali kepada cara-cara dan peradaban
generasi awal umat Islam dan membersihkan semuanya dari pengaruh asing.
Lebih dari itu kaum salafi menolak yang disebut konsep teologi dan ilmu
kalam apalagi pemikiran filsafat spekulatif.
III
Salafi Modern dan Kontemporer. Kaum Salafi menganggap Muhammad ibn
Abd al-Wahhab sebagai sosok pertama di era modern yang mendorong untuk
kembali ke praktik keagamaan dari salaf as-shalih. Ia memulai gerakan
revivalis (menghidupkan kembali) Islam yang murni di daerah pedalaman
Jazirah Arabia pada abad ke-18 yang jarang penduduknya di wilayah Najd
(Nejed).
Belakangan bersama-sama dengan Ibnu Saud memurnikan pemahaman Islam
dan melakukan gerakan kembali kepada doktrin salafi itu. Dari sejarah
yang panjang sekarang menjadi Kerajaan Saudi Arabia. Kolaborasi antara
Muhammad Ibnu Abdul Wahab dengan Ibnu Saud itu, oleh beberapa analis
disebut sebagai salafi-plus (salafi-politik)
Karya-karya Muhammad Ibnu Abdul Wahab, terutama kitab at-Tauhid,
masih banyak dibaca oleh kaum Salafi di seluruh dunia. Bahkan saat ini
dan mayoritas ulama Salafi masih mengutipnya. Tidak jarang oleh kalangan
lain ajaran asli kaum yang menamakan diri al-Muwahhidun tadi sebagai
ajaran Wahabi. Dinisbatkan kepada namanya. Dan ini boleh dianggap
sebagai berfikir cara orientalisme (ahli ketimuran-ke-Islaman) kalangan
Barat yang bersifat pejorative (merendahkan).
Di antara pengamat, berdasarkan gerakan dan pemikiran mutakhir
melihat beberapa aliran salafisme menjadi tiga tren: puritan (murni),
orientasi politik dan para penggerak militant yang ekstrim-radikalis.
Untuk trend terakhir, mereka menyebut kaum jihadis. [14]
Padahal kata jihad di sini dipahami mereka bertentangan dengan makna
semantik yang dipahami umum oleh umat Islam sebagai berusaha dan bekerja
keras di jalan Allah, menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh bekerja.
Kata jihadis di sini dipahami mereka sebagai garis keras bahkan sering
disamakan dengan terroris.
Tren pertama, puritan adalah gerakan pemikiran dan usaha
yang berfokus pada pendidikan dan pekerjaan dakwah untuk rekonstruksi
tauhid. Ini dianggap salafi puritan non-kekerasan dalam tabligh , dakwah
serta penyiaran memperkuat Islam. Selalu melaksanakan pemurnian
kepercayaan dan praktik keagamaan. Tampaknya mereka mengabaikan politik
dan kekuasaan dalam menyampaikan misi dakwahnya.
Sementara tren kedua, politik memfokuskan kepada reformasi
politik dan membangun kembali khilafah melalui sarana evolusi, tapi
bukan kekerasan. Ini disebut kadang-kadang sebagai aktivisme-salafis.
Selanjutnya tren ketiga sebenarnya untuk tujuan politik yang sama seperti kelompok kedua,
akan tetapi terlibat dalam tindakan kekerasan, revolusioner yang oleh
pihak lain disebut para radikalis-fisik. Mereka ini yang disebut sebagai
kaum jihadis tadi.
IV
Khilafah Islamiyah, ISIS sebagai Tren ke-3. Apa yang disebut sebagai
“Jihadis salafi” adalah tren ke-3 sebagai wacana yang paling
kontroversial, penuh ajang debat, pro-kontra. Sebagian
mengkategorikannya sebagai aktualisasi dari ideologi agama (Assaf
Moghdam, 2008).[15]
Di dalam media on-line-serta situs-situs dunia-maya, akan kesulitan
dan susah membagi mana kategori yang benar-benar dari kalangan “Jihadis
Salafi” itu yang murni, mana pula yang menangguk di air keruh atau
berpura-pura, sehingga membuat buncah jagat dunia global.
"Salafi para tokoh" adalah istilah yang diciptakan oleh Gilles Kepel[16]
untuk menggambarkan kelompok-kelompok yang mengklaim dirinya sebagai
salafi yang mulai mengembangkan minat dalam jihad selama pertengahan
1990-an. Praktik mereka sering disebut sebagai "jihadis Salafi" atau
"salafi jihadis". Wartawan Bruce Livesey memperkirakan jihadis Salafi
jumlahnya kurang dari 0,5 persen dari 1,9 miliar warga Muslim di dunia
(kurang dari 10 juta). [17]
Definisi lain dari jihad Salafi, yang ditawarkan oleh Mohammed M.
Hafez, adalah "bentuk ekstrim Sunni Islamisme yang menolak pemerintahan
demokrasi dan pemerintahan Syiah." Hafez membedakan mereka dari apolitis
dan konservatif ulama Salafi, seperti Muhammad Nasiruddin al-Albani,
Muhammad ibn al Utsaimin, Abd al-Aziz ibn Abd Allah ibn Baaz dan Abdul
Azeez ibn Abdullah-Aal ash-Shaikh. Selain itu ada juga dari gerakan
Sahwa terkait dengan Salman al-Ouda atau Safar Al-Hawali. [18]
Pada tahun 2014 ada analisis oleh Darion Rhodes, dari Kaukasus Emirat
tentang dua kategori. Kelompok ketaatan tauhid dan penolakan dari
syirik, taqlid, ijtihad, dan bid'ah, sementara yang lain percaya jihad
yang satu-satunya cara untuk memajukan kehendak Allah di bumi.
Dengan begitu tampaknya, meski ada beberapa kesamaan, tetapi banyak
kelompok yang memproklamirkan diri di era kontemporer ini yang berbeda
pemikiran Salafi mereka. Antara yang satu dengan yang lain sering sangat
tidak setuju atas beberapa hal dan menyangkal karakter Islam pihak yang
lain.
V
Saudi Arabia: Salafi yang Beda. Lebih lanjut ada pandangan yang
berbeda tentang Wahabisme dan Salafi. Di antaranya mengatakan bahwa
setiap Wahabisme adalah Salafi tetapi belum tentu setiap Salafi adalah
Wahabisme. Wahabisme dianggap salafi ideologis. Sementara ada salafi
non-ideologis.
Yang non-idelogis, semata-mata mempromosikan ketauhidan, anti
syirik, anti bid’ah dan mempromosikan Islam melalui pendidikan,
memberikan biaya hidup bagi para dosen dalam negeri dan di luar Saudi
Arabia. Mereka yang mendukung konsep ini, mempromosikan salafisme di
seluruh dunia.
Orang kaya Saudi yang disebut juga petro-Islam, membiayai pembangunan
kampus, madrasah, sekolah, masjid, pengadaan buku-buku, memberikan
beasiswa bagi angkatan muda negara mayoritas muslim ke Timur–Tengah.
Semua itu tidak bisa disebut sebagai salafi-jihadi seperti yang
diteorikan oleh para akademisi dan penulis Barat tadi.
Oleh karena itu banyak sarjana dan kritikus membedakan antara bentuk
lama Salafisme-Saudi yang disebut Wahhabisme dan Salafisme baru di Arab
Saudi. Stéphane Lacroix,[19] dan beberapa dosen
di Sciences Po di Paris, juga menegaskan perbedaan antara keduanya:
"Berbeda dengan Wahhabisme, Salafisme mengacu untuk semua keteguhan
kepada prinsip Islam awal tanpa mengiringinya dengan tindakan kekerasan.
Penyebaran paham Salafisme-Wahabi dan Salafi-Murni, di Indonesia
pada beberapa waktu belakangan menjadi kajian yang menarik. Antara lain
dikaitkan dengan istilah Islam Trans-Nasional. Ada fenomena (gejala)
semakin mengentalnya pemahaman ke-Islaman yang dekat ke gejala tersebut,
di samping tentu saja ada yang semakin menjauh.
VI
Islam Transnasional. Terma Islam Transnasional, secara umum mengacu
kepada gerakan beberapa harakah (gerakan) Islam lintas negara bahkan
lintas benua. Beberapa organisasi besar Islam di dunia, boleh disebut
sebagai gerakan Islam Trans-Nasional itu.
Sebutlah seperti gerakan dan jamaah Ikhwanul Muslimin (IM), Hizbut Tahrir Internasioal/Indonesia (HTI)[20],
Ahmadiyah, Syiah, Jamaah Tabligh, Jamaah Islamiyah, dan Majelis
Mujahidin Islam (MMI). Tentu dengan segala variasi konsepsi teologis,
ideologis dan konsep perjuangannya. Baik yang disebut hard-liner (garis keras) maupun soft-liner
(garis lunak). Itu semua amat tergantung sejarah latar belakang lahir,
perkembangan, tokoh, dan wilayah serta kompleksitas persoalan yang
masing-masing mereka hadapi.
Selain Syiah[21] dan Ahmadiyah[22], kalau dilihat dari corak pemikiran teologi dan ibadah serta fikih mereka, dapat dikategorikan sebagai kaum ahlu sunnah wal jamaah
atau sunni. Dalam kasus Indonesia, ibarat duri di dalam daging, antara
kelompok dan golongan internal dan antar ummat tidak selalu harmonis.
Bahkan hubungannya fluktuatif.
Secara internal sealiran, misalnya sesama sunni, alhamdulillah antara mainstream
(arus utama Islam) di Indonesia cukup akur. Misalnya antara
Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Tarbiyah, Alkhairiyah, Alwashliyah,
Nahdhatul Wathan, al-Irsyad, Persis, PUI cukup kondusif dan dinamis[23]. Akan tetapi antara mainstream[24]
yang moderat itu dengan kelompok Islam lain tadi, kelihatannya tidak
terlalu sinkron-harmonis. Lebih-lebih dengan Ahmadiyah dan Syiah.
Sementara kelompok main-stream dengan HTI, MMI, FPI tidak terlalu hangat.
Terhadap organisasi masyarakat madani ormas Islam tersebut, perlu
ada dorongan yang kuat untuk meningkatkan hubungan yang mesra antara
sesamanya. Akan tetapi ada faktor lain, yang kurang disadari bahwa
peranan Partai Politik (Parpol) sebagai infra dan supra struktur politik
nasional cukup menentukan untuk meningkatkan harkat dan martabat
organisasi ummat tadi.
Apalagi Parpol, di dalam hal ini Parpol Islam secara langsung atau
tidak, agaknya dapat memberikan pengaruh positisif yang signifikan
terhadap kehidupan keumatan dan kebangsaan dalam bingkai ukhuwah untuk
ke-Indonesiaan dan ke-Islaman yang rahmatan lil alamin.
Secara tersirat diskursus penyatuan payung Parpol menurut sejarah lahir dan berkembangnya sampai hari ini masih ada di dalam back-mind
(pikiran-tersirat) dan hidup di kalangan tertentu. Terutama pada
kalangan ideolog muslim senior. Di Amerika, dua partai utama Republik
dan Demokrat, masih layak menjadi cermin. Betapa negara terbesar
berpenduduk terbesar ketiga setelah Tiongkok dan India itu cukup dengan
dua partai dominan itu.
Bayangkan dengan Indonesia dengan populasi ke-3 terbesar di dunia
setelah Amerika, mempunyai 12 Partai mendapat kursi dan beberapa
kekuatan mayoritas Parlemen. Jumlah Partai itu terasa kurang
menguntungkan kepada laju pertumbuhan dan perkembangan kesejahteran
rakyat dan kemajuan bangsa.
Rendahnya kinerja bebeberapa bahkan sementara pengamat mengatakan
sebagian besar anggota Kabinet Jokowi-JK, langsung atau tidak karena
terlalu banyaknya partai. Dalilnya, sebagian karena kepentingan Partai
tidak dapat ditolak oleh Jokowi-JK, sehingga merit sistem dan cabinet
kerja yang bertumpu semata-mata kompetensi, tidak banyak bisa
diaplikasikan. Oleh karena tidak semua pakar partai yang layak masuk ke
Kabinet. Atau bahasa vulgar-nya, orang Partai yang duduk di Kabinet tak
“pas”.
Belajar dari Orde Baru yang banyak kegagalannya dan dianggap
ademokratis, namun di dalam penataan Partai Politik, Pengkaderan Partai
serta etika dan budaya politik, agaknya masih layak mendapat apresiasi.
Terutama dengan penyederhanaan partai (fusi) dari 10 menjadi 3 kekuatan:
Nasionalis-Sekuler (PDI); Agamis-Nasionalis (PPP); dan
Kekaryaan-Fungsional (Golkar).
Zaman reformasi, pada struktur politik, secara gradual terjadi
penurunan dari lebih 40 Parpol pada awalnya (1998-2004) kini tinggal 12
Parpol. Dan sebetulnya, tanpa disadari dengan tidak mempedomani Platform
Partai secara murni, mereka sudah mengerucut di Parlemen menjadi 2
kekuatan: Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisasi Merah Putih (KMP).
Pengerucutan itu kelihatannya murni karena kekuasaan, suka dan tidak
suka. Bercampurlah di situ antara Partai yang Platformnya Pancasila
Murni, Pancasila Plus, antara sekuler dan agamis.
Apakah perpecahan PPP dan Golkar karena Platform? Tidak.
Kelihatannya hanya soal kekuasaan semata. Di dalam memillih koalisasi
juga tidak karena Platform. Kalau Platform Pancasila-plus agama,
tentunya PPP harus satu kapal dengan PKB, PAN, PKS dan PBB. Atau
sebaliknya Partai Platform Pancasila-plus sekuler, mestinya PDIP,
Golkar, Demokrat, Hanura, Nasdem , Grindra dan PKPI dalam satu kapal
lainnya.
VII
Peranan Parpol Islam. Di tengah keadaan itu apa yang bisa kita
harapkan dari Parpol Islam untuk mendidik rakyat dalam berpolitik.
Khusus untuk tidak terjebak ke dalam gerakan radikalisme dan Islam
transnasional. Mari kita lihat Platform ideologis beberapa Parpol Islam,
di antaranya PPP dan PKS. Yang satu dianggap sebagai Parpol Islam hasil
fusi berbagai partai Islam yang dideklaraasikan 5 Januari 1973, [25] gabungan aspirasi modernis dan tradisional serta moderat dan yang kedua murni produk reformasi yang keras-ideologis.
Yang satu kumpulan sub-kultur Islam modern dan tradisional.
Sementara yang kedua muncul dari gerakan usrah tarbiyah jamaah
(pendidikan berkelompok), usrah, pengajian rohaniawan aktivis kampus,
dan mereka yang datang dari anak-ank muda aliumni Timur Tengah dan dari
Barat yang progrresif. Partai yang mulanya bernama Partai Keadilan (20
Juli 1998) kemudian menjadi Partai Keadilan Sejahtera[26] partai segar anak muda yang terinspirasi oleh gerakan transnasional seperti Ikhwanul Muslimin.[27]
Beberapa keterangan belakangan dari Anis Mata, Ketua Umum atau Presiden
PKS sekarang membantah bahwa PKS terkait Wahabi, Ikhwanul Muslimin dan
Islam transnasional. [28]
Kembali ke PPP, partai ini boleh dikatakan Partai Islam garis tengah
dan moderat. Sebagai yang termaktub di dalam Khittah Perjuangannya di
dalam menjalankan ideologi politik, dilakukan secara moderat dengan
prinsip ukhuwah, ta’awun dan tasamuah :
“PPP menyadari bahwa kemajemukan dan keragaman umat
Islam dalam pikiran dan paham keagamaan merupakan rahmat bagi umat yang
harus diterima sebagai pelangi dinamika untuk mencapai kebenaran
hakiki. Sebab sikap menghormati berbagai perbedaan pikiran dan pandangan
merupakan wasilah bagi terbentuknya kehidupan kolektif yang dilandasi
semangat persaudaraan (ukhuwah), tolong menolong (ta’awun), dan
(tasamuh).”
Islam sebagai ideologi dimaksudkan bahwa seluruh
pemikiran, sikap dan kebijakan Partai dan kader-kadernya harus
bersumber dari ajaran Islam. Ideologi adalah sekumpulan nilai yang
dihubungkan secara sistemik yang menjadi dasar sebuah tindakan. Ideologi
adalah penuntun, pedoman dan arah untuk mencapai tujuan politik. Untuk
itu perlu terus dilakukan penanaman dan internalisasi nilai-nilai
ideologi kepada semua kader dan komponen partai yang hakikatnya
merupakan aparat ideologi partai (ideological party aparatus) untuk
mencapai tujuan dan cita-cita kehidupan masyarakat, berbangsa dan
bernegara sesuai dengan visi dan
misi PPP. “ [29]
Bila kita sigi PKS, maka dalam bahasa yang lain ada tujuan dan
maksud ideal yang dimiliki. Hal itu tersurat di dalam visi dan misinya.
Visi Indonesia yang dicita-citakan PKS adalah terwujudnya masyarakat
madani yang adil, sejahtera, dan bermartabat.
“Masyarakat Madani adalah masyarakat berperadaban tinggi dan
maju yang berbasiskan pada: nilai-nilai, norma, hukum, moral yang
ditopang oleh keimanan; menghormati pluralitas; bersikap terbuka dan
demokratis; dan bergotong-royong menjaga kedaulatan Negara. Pengertian
genuin dari masyarakat madani itu perlu dipadukan dengan konteks
masyarakat Indonesia di masa kini yang merealisasikan Ukhuwwah
Islamiyyah (ikatan keislaman), Ukhuwwah Wathaniyyah (ikatan kebangsaan)
dan Ukhuwwah Basyariyyah (ikatan kemanusiaan), dalam bingkai NKRI. [30]
Tentu saja beberapa partai politik Islam seperti PKB dan PBB tidak
akan jauh berberbeda dengan Platform PPP tadi. Namun di dalam
kenyataannya, perjalanan partai ini tidak semulus apa yang dibayangkan,
meski semua merujuk kepada nash yang sama, seperti yang sering dikutip
Quran, al-Hujurat, 49:10.
“ Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
Dari platform partai-partai Islam tadi, kelihatan bahwa paling tidak
di dalam rangka dinamika politik nasional Islam dan kebangsaan dalam
bingkai ukhuwah Islamiyah, harus dilakukan upaya strategis dan konkret
secara internal sesama pendukung, anggota, kader dan pemimpin
masing-masing. Lalu secara simultan terhadap umat Islam dan bangsa
secara keseluruhan Parpol diharapkan rencana aksi yang lebih signifikan
pula.
Secara internal, seyogyanya Parpol menjalankan program berpedoman
sepenuhnya kepada Platform. Terlebih dulu apa yang menjadi sejarah, visi
dan misi, ideologi, pengkaderan dan pembinaan anggota serta artikulasi
alokasi dan distribusi politik serta fungsi dan peranannya sebagai infra
dan supra struktur politik nasional, mesti ditanamkan kepada warga
partai masing-masing.
Upaya gesekan internal untuk menghindari dualisme kepemimpinan,
apalagi organisasi partai yang terbelah seperti yang terjadi akhir-akhir
ini pada beberapa partai, kiranya diantisipasi jauh hari. Kalau tidak,
maka sejarah partai ke depan akan lesu dan itu merugikan ummat dan
bangsa secara keseluruhan.
Selanjutnya, Parpol Islam kiranya melakukan antisipasi terhadap
kemungkinan berkembangnya radikalisme ideologis, apalagi gerakan ekstrim
yang akan menimbukan gesekan dan titik api. Upaya menyusupnya kekuatan
ekstrim yang dibawa oleh Islam transnasional ke dalam Parpol yang pada
gilirannya merembes ke tengah masyarakat, umat dan bangsa harus
diwaspadai dan harus kreatif melakukan upaya antsipatif .
Bersamaan dengan itu semua, bingkai ukhuwah dan silaturrahim
sekaligus pendidikian politik umat dan banggsa, kiranya menjadi
kepedulian yang prima bagi Parpol, terutama Parpol Islam. Wa Allah a’lam bi al-shawab. ***
[1] Dipaparkan pada Seminar Nasional, “Islam
dan Kebangsaan: Dinamika Politik Nasional dalam Bingkai Ukhuwah
islamiyah” Yayasan Dr. Abdullah Ahmad PGAI, Padang, 18 Mei 2015.
[2] Shofwan Karim, lihat http://www.shofwankarim.com/berita-cv_in_brief.htmlD
[3] Tokoh utama dan pendiri al-Qaedah adalah
Usamah bin Muhammad bin Awwad bin Ladin . Sering dipanggil Usamah bin
Ladin (atau Osama bin Laden dalam ejaan Inggris) alias Tim Osman, (lahir
di Jeddah, Arab Saudi, 10 Maret 1957 – meninggal di Abbottãbad,
Pakistan, 2 Mei 2011 pada umur 54 tahun).
[4] Eric Schmitt; Thom Shanker (26 July 2005).
"U.S. Officials Retool Slogan for Terror War". New York Times.
Retrieved 8 January 2015.
[5] "Bin Laden claims responsibility for
9/11". CBC News. 29 October 2004. Pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden
muncul dalam pesan yang ditayangkan di stasiun televisi Arab selang
beberapa saat setelah itu. Osama, pertama kalinya mengklaim tanggung
jawab langsung atas serangan 2001 terhadap Amerika Serikat.
[6] Sebutan lain ISIL (Islamic State of Iraq and Levant) untuk menyebut wilayah di samping Syria juga kawasan sekitarnya.
[7] Semantik dari Bahasa Yunani, semantikos.
Memberikan tanda sesuatu yang penting. Sema artinya tanda. Semantik
merupakan sub-linguistik yang mempelajari makna atau yang terkandung
pada suatu bahasa, kode, atau jenis pemaparan lainnya. Lihat, Neurath,
Otto; Carnap, Rudolf; Morris, Charles F. W. (Editors) (1955).
International Encyclopedia of Unified Science. Chicago, IL: University
of Chicago Press.
[8] http://www.referensimakalah.com/2012/01/pengertian-fundamentalisme-radikalisme_8767.html. Akses, 5 Mei 2015
[9] Rifyal Ka’bah, Islam dan Fundamentalisme, Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1984. Hal. 1-7.
[10] Shofwan Karim, “Fundamentalisme Barat Bukan Islam”, http://icmisumbar2007.blogspot.com/2008/07/fundamentalisme.html
[11] Shofwan Karim, “Bukan Charlie Hebdo, Nama Saya Ahmad”, http://www.harianhaluan.com/index.php/refleksi/37135-bukan-charlie-hebdo-saya-ahmad. Akses, 16.05.2015
[12] Kaum ortodox adalah kaum yang berpikir
murni. Ortodoxi adalah sistem berfikir yang selalu memegang teguh
prinsip murni doktrin agama, filsafat dan ideologi.
http://dictionary.reference.com/browse/ORTHODOX
[13] Harun Nasution mengutip pendapat Muhammad
Ibnu Abdul Wahab: (1) yang boleh disembah hanyalah Tuhan, dan orang
yang menyembah selain Tuhan telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh; (2)
kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut faham tauhid yang sebenarnya
karena mereka meminta pertolongan bukan lagi kepada Tuhan, tetapi dari
syekh atau wali dan dari kekuatan gaib. Orang Islam yang demikian juga
telah menjadi musyrik; (3) menyebut nama Nabi, syekh atau malaikat
sebagai pengantara do’a juga merupakan syirik; (4) meminta syafaat
selain dari kepada Tuhan adalah juga syirik; (5)bernazar kepada selain
Tuhan juga syirik; (6) memperoleh pengetahuan selain dari al-Quran,
hadist dan qias (analogi) merupakan kekufuran; (7) tidak percaya kepada
kada dan kadar Tuhan juga merupakan kekufuran; (8) menafsirkan al-Quran
dengan ta’wil (interpretasi bebas) adalah kufur. Lihat Harun Nasution,
Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta:Bulan Bintang, 1975, hal. 24-25.
[14] Haykel, Bernard (2009). "Chapter 1: On the Nature of Salafi Thought and Action". In Meijer, Roel. Global Salafism: Islam's New Religious Movement. Columbia University Press. p. 34. ISBN 978-0-231-15420-8.
[15] https://www.ctc.usma.edu/posts/the-salafi-jihad-as-a-religious-ideology. Akses, 16.05.2015.
[16] Jihad: The Trail of Political Islam, London, I.B. Tauris, 2004. Lihat Hal, 222-224
[17] http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/front/special/sala.html. Akses, 16.05.2015
[18] http://en.wikipedia.org/wiki/Salafi_jihadism, "Suicide Bombers in Iraq By Mohammed M. Hafez". Retrieved 24 October 2014. Akses, 16.05.2015.
[19] http://en.wikipedia.org/wiki/Salafi_movement. Akses, 16.05.2015.
[20] Eksis dan bergerak di 45 Negara di dunia, Eropa, Afrika, Asia, Australia dan
Amerika. Lihat, Mohamed Nawab Mohamed Osman
https://www.academia.edu/401256/Transnational_Network_of_Hizbut_Tahrir_Indonesia. Akses, 16.05.2015.
[21] Oleh sebagian besar ulama Indonesia, Syiah sudah melenceng dari Islam. Bahkan ada yang memfatwakan, bukan Islam. Lihat, https://remajaislamantisyiah.wordpress.com/2014/12/11/fatwa-ulama-indonesia-tentang-syiah-sejak-dulu-hingga-sekarang/. Akses, 26.05.2015
[22] Ahmadiyah di luar Islam. Lihat, https://moslemsunnah.wordpress.com/2009/06/12/fatwa-mui-tentang-kesesatan-ahmadiyah/. Akses, 16.05.2015. Akan tetapi di dunia internasional, selalu saja dinisbatkan bahwa Ahmadiyah dan Syiah adalah Islam.
[23] Meskipun ketika Gus Dur turun dari Kursi
Peresiden pada 2003 terjadi malapetaka hebat antara massa jamaah 2
organisasi besar ini di Jawa Timur. Waktu itu Akbar Tanjung, Megawati
dan Amin Rais, yang terakhir ini dianggap tokoh ikon Muhammadiyah
dibalik turunnya Gus Dus, ikon Nahdhatul Ulama. Presiden Gus Dur
dijatuhkan melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001. Lihat, http://nasional.news.viva.co.id/news/read/117600kisah_kejatuhan_gus_dur_dari_kursi_presiden. Akses, 16.05.2015
[24] Azyumardi Azra, “Akar Radikalisme Keagamaan: Peran Aparat Negara, Pemimpin Agama dan Guru untuk Kerukunan Umat Beragama”, Workshop Memperkuat Toleransi melalui Institusi Sekolah Bogor, 14 – 15 Mei 2011.
[25] PPP merupakan hasil fusi politik Partai
Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai
Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Persatuan Tarbiyah
Islamiyah (Perti).
[26] http://www.pks.or.id/content/sejarah-ringkas.
Akses, 17.05.2015. Menjadi PKS setelah PK tidak mencapai Electoral
threshold untuk menghadapi Pemilu 2004, maka 2 Juli 2003 PKS
menyelesaikan administrasinya, sehingga PK menjadi PKS dengan teransfer
semua asset, kepengurusan dan keanggotaan sebelumnya.
[27] Abdulhttp://www.pks.or.id/content/sejarah-ringkas Rahman Wahid, Ed. Ilusi negara Islam : ekspansi gerakan Islam transnasional di Indonesia. Jakarta : The Wahid Institute, 2009. Hal. 248.
[28] Abdul Aziz, "PKS bantah beraliran Wahabi". Antara, 4 Juni 2013
[29] http://pppbabel.com/organisasi/khittah. Akses, 16.05.2015
[30] http://www.pks.or.id/content/visi-dan-misi. Akses, 17.05.2015.
Muhammad bin Sirin rahimahullah, ia berkata:
BalasHapusكَانُوْا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ عَلَى الطَّرِيْقِ مَا كَانُوْا عَلَى الْأَثَرِ
“Orang-orang dahulu mengatakan, sesungguhnya mereka (berada) di atas jalan (yang lurus) selama mereka meniti atsar (riwayat Salafush Shalih)”. [Al Muntaqa Min Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm. 42, no. 36]
Al Auza’i rahimahullah, ia berkata:
اِصْبِرْ نَفْسَكَ عَلَى السُّنَّةِ , وَقِفْ حَيْثُ وَقَفَ الْقَوْمُ , وَقُلْ بِمَا قَالُوْا وَكُفَّ عَمَّا كَفُّوْا عَنْهُ , وَاسْلُكْ سَبِيْلَ سَلَفِكَ الصَالِحِ فَإِنَّهُ يَسَعُكَ مَا وَسَعَهُمْ
“Sabarkanlah dirimu (berada) di atas Sunnah. Berhentilah di tempat orang-orang itu (Ahlus Sunnah, Salafush Shalih) berhenti. Katakanlah apa yang mereka katakan. Diamlah apa yang mereka diam. Dan tempuhlah jalan Salaf (para pendahulu)mu yang shalih, karena sesungguhnya akan melonggarkanmu apa yang telah melonggarkan mereka”. [Al Muntaqa Min Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm. 56; Al Ajuri di dalam Asy Syari’ah, hlm. 58; Limadza, hlm. 104].
Dikatakan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُسْتَنًّا فَلْيَسْتِنَّ بِمَنْ قَدْ مَاتَ، فَإِنَّ الْحَيَّ لَا تُؤْمَنُ عَلَيْهِ الْفِتْنَةُ، أُوْلَئِكَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانُوْا أَفْضَلَ هَذِهِ الأُمَّةِ، وَأَبَرَّهَا قُلُوْباً، وَأَعْمَقَهَا عِلْماً، وَأَقَلَّهَا تَكَلُّفاً، قَوْمٌ اخْتَارَهُمُ اللهُ لِصُحْبَةِ نَبِيِّهِ، وَإِقَامَةِ دِيْنِهِ، فَاعْرِفُوْا لَهُمْ فَضْلَهُمْ، وَاتَّبِعُوْهُمْ فِيْ آثَارِهِمْ، وَتَمَسَّكْوْا بِمَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ أَخْلَاقِهِمْ وَدِيْنِهِمْ، فَإِنَّهُمْ كَانُوْا عَلَى الْهُدَى الْمُسْتَقِيْمِ
“Barang siapa di antara kalian ingin mengikuti sunnah, maka ikutilah sunnah orang-orang yang sudah wafat. Karena orang yang masih hidup, tidak ada jaminan selamat dari fitnah (kesesatan). Mereka ialah sahabat-sahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka merupakan generasi terbaik umat ini, generasi yang paling baik hatinya, yang paling dalam ilmunya, yang tidak banyak mengada-ada, kaum yang telah dipilih Allah menjadi sahabat Nabi-Nya dalam menegakkan agama-Nya. Kenalilah keutamaan mereka, ikutilah jejak mereka, berpegang teguhlah dengan akhlak dan agama mereka semampu kalian, karena mereka merupakan generasi yang berada di atas Shirâthal- Mustaqîm.”