Perkembangan Islam radikal di Malaysia sesungguhnya dapat dilihat secara
lebih jelas setelah Kerusuhan Rasial 1969, dengan munculnya
organisasi-organisasi silat yang berorientasi Islam dan cenderung
milenarian. Kelompok-kelompok ini dapat dilacak ke belakang kepada
gerakan bersenjata Sabililah yang menyerang perkampungan Cina pedesaan
dan mempertahankan diri selama bentrokan Sino-Melayu akhir 1945 setelah
Jepang menyerah kepada Inggris. Kebanyakan kelompok-kelompok “reborn”
ini bermarkas di perkampungan Melayu di pinggiran ibukota nasional,
Kualalumpur. Banyak dari mahasiswa ketika itu menjadi anggota atau
pendukung kelompok-kelompok organisasi silat.
KMM merupakan organisasi underground, yang tidak nampak secara jelas. Banyak alumni jihad dari Afganistan yang bergabung bersama KMM, dan pernah membantu jihad dalam konflik Ambon dan Filiphina. Anggota-anggota KMM yang mendapatkan tindakan represif pemerintah banyak yang ditampung oleh PAS. Bahkan PAS juga yang membantu mereka secara hukum ketika ditangkap oleh polisi. Dalam konteks inilah, jaringan KMM, Jamaah Islamiyyah, dan PAS seungguhnya bagian dari gerakan kultural dan politik yang tidak suka dengan gaya pemerintah rezim Mahathir dan Badawi yang represif terhadap para pembangkang (oposisi).
Pergerakan Terorisme
Dengan diversitas gerakan Islam yang berkembang di Malaysia dan didukung oleh sikap represif pemerintah, maka pergerakan terorisme tidak berjalan secara efektif sehingga kaum teroris melakukan penyebaran ke negara lain, seperti Indonesia. Dr. Azahari dan Noordin M. Top adalah tokoh teroris yang melancarkan aksinya di luar negeri akibat sulitnya mereka melakukan aktivitasnya di dalam negeri. Karena itulah, Indonesia yang memiliki potensi yang strategis dalam membantu gerakan terorisme dengan iklim politik yang terbuka memungkinkan mereka leluasa membuat bom dan merekrut para sukarelawan jihad.
KMM merupakan organisasi underground, yang tidak nampak secara jelas. Banyak alumni jihad dari Afganistan yang bergabung bersama KMM, dan pernah membantu jihad dalam konflik Ambon dan Filiphina. Anggota-anggota KMM yang mendapatkan tindakan represif pemerintah banyak yang ditampung oleh PAS. Bahkan PAS juga yang membantu mereka secara hukum ketika ditangkap oleh polisi. Dalam konteks inilah, jaringan KMM, Jamaah Islamiyyah, dan PAS seungguhnya bagian dari gerakan kultural dan politik yang tidak suka dengan gaya pemerintah rezim Mahathir dan Badawi yang represif terhadap para pembangkang (oposisi).
Pergerakan Terorisme
Dengan diversitas gerakan Islam yang berkembang di Malaysia dan didukung oleh sikap represif pemerintah, maka pergerakan terorisme tidak berjalan secara efektif sehingga kaum teroris melakukan penyebaran ke negara lain, seperti Indonesia. Dr. Azahari dan Noordin M. Top adalah tokoh teroris yang melancarkan aksinya di luar negeri akibat sulitnya mereka melakukan aktivitasnya di dalam negeri. Karena itulah, Indonesia yang memiliki potensi yang strategis dalam membantu gerakan terorisme dengan iklim politik yang terbuka memungkinkan mereka leluasa membuat bom dan merekrut para sukarelawan jihad.
Eksodus para teroris Malaysia ke Indonesia membentuk pola jaringan yang
tertata rapi dalam struktur gerakan bawah tanah, dengan tetap berpusat
di Malaysia. Inilah yang kemudian membentuk jaringan Asia Tenggara
meliputi kawasan Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura.
Kelima negara ini menjadi basis gerakan para teroris dalam merekrut
anggota dan menyusun strategi gerakan perjuangan. Kecuali Singapura yang
tidak mendapatkan daya dukung kuat, di empat negara lainnya, mereka
memiliki daya dukung sejarah dan fakta sosial adanya gerakan Islam
radikal.
Di Indonesia selain sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, juga tersebar beberapa gerakan Islam, seperti FPI, Hizbut Tahrir Indonesia, Majelis Mujahidin Indonesia, Ikhwanul Muslimin, dan Lasykar Jihad. Malaysia memiliki partai Islam PAS, KMM, dan kelompok Maunah. Di Filipina terdapat Gerakan Pembebasan Moro Abu Sayyaf yang terus-menerus melakukan perjuangan untuk melepaskan diri dari Filipina. Sedangkan di Thailand, gerakan Islam berpusat di Pattani yang melakukan perlawanan senjata kepada pemerintah pusat. Jaringan Asia Tenggara inilah yang telah menjadi basis gerakan yang sekarang ini menjadi sorotan internasional sebagai organisasi teroris.
Fenomena ini sejatinya merupakan bagian dari ekstensifikasi gerakan Islam yang oleh Olivier Roy (1992) pada awalnya didominasi oleh tiga kecenderungan geografis dan kultural: (1) Timur Tengah-Arab, Irak-Sunni, (2) Iran-Syiah, dan (3) Afganistan, Pakistan, India-Sunni. Kini, tiga pola itu mendapatkan padanannya di tempat lain dari pola jaringan yang dibentuk oleh kecenderungan geografis dan kultural baru, yakni: Asia Tenggara-Melayu-Sunni, yang meliputi kawasan Malaysia sebagai pusat, Indonesia sebagai target/sasaran utama, dan Filiphina, Thailand, dan Singapura sebagai calon target berikutnya.
Dengan ekstensifikasi gerakan terorisme ke kawasan Asia Tenggara, tampaknya telah terjadi gelombang globalisasi terorisme. Globalisasi terorisme ini dikhawatirkan akan terus berkembang ke kawasan lain, meskipun di tempat yang tidak memiliki daya dukung yang cukup seperti di kawasan Amerika dan Eropa. Karena itulah kita harus lebih hati-hati untuk melihat setiap pergerakan gerakan terorisme secara global. [Bm]
Di Indonesia selain sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, juga tersebar beberapa gerakan Islam, seperti FPI, Hizbut Tahrir Indonesia, Majelis Mujahidin Indonesia, Ikhwanul Muslimin, dan Lasykar Jihad. Malaysia memiliki partai Islam PAS, KMM, dan kelompok Maunah. Di Filipina terdapat Gerakan Pembebasan Moro Abu Sayyaf yang terus-menerus melakukan perjuangan untuk melepaskan diri dari Filipina. Sedangkan di Thailand, gerakan Islam berpusat di Pattani yang melakukan perlawanan senjata kepada pemerintah pusat. Jaringan Asia Tenggara inilah yang telah menjadi basis gerakan yang sekarang ini menjadi sorotan internasional sebagai organisasi teroris.
Fenomena ini sejatinya merupakan bagian dari ekstensifikasi gerakan Islam yang oleh Olivier Roy (1992) pada awalnya didominasi oleh tiga kecenderungan geografis dan kultural: (1) Timur Tengah-Arab, Irak-Sunni, (2) Iran-Syiah, dan (3) Afganistan, Pakistan, India-Sunni. Kini, tiga pola itu mendapatkan padanannya di tempat lain dari pola jaringan yang dibentuk oleh kecenderungan geografis dan kultural baru, yakni: Asia Tenggara-Melayu-Sunni, yang meliputi kawasan Malaysia sebagai pusat, Indonesia sebagai target/sasaran utama, dan Filiphina, Thailand, dan Singapura sebagai calon target berikutnya.
Dengan ekstensifikasi gerakan terorisme ke kawasan Asia Tenggara, tampaknya telah terjadi gelombang globalisasi terorisme. Globalisasi terorisme ini dikhawatirkan akan terus berkembang ke kawasan lain, meskipun di tempat yang tidak memiliki daya dukung yang cukup seperti di kawasan Amerika dan Eropa. Karena itulah kita harus lebih hati-hati untuk melihat setiap pergerakan gerakan terorisme secara global. [Bm]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar